Keagungan dan Maqam Ahlul Bait dalam Al Quran Bagian 3

قُلْ لَآ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ

“Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun kecuali kasih sayang terhadap keluarga(ku)”. (Qs. Asy-Syura: 23)

Keterangan:

Terkadang Nabi saw. mendapatkan tuduhan bahwa beliau meminta imbalan atas jasa beliau menyampaikan risalah Allah kepada umat, karenanya Al Quran memerintahkan Rasul untuk menjawab tuduhan itu dengan ayat di atas.

Kasih sayang terhadap keluarga (beliau) yang disebutkan dalam ayat ini berkaitan dengan permasalahan wilayah dan pengakuan terhadap kepemimpinan para Imam ma’sum as. dari keluarga Nabi saw. yang pada hakikat merupakan pelanjut kepemimpinan beliau sekaligus pelanjut wilayah Ilahi. Jelas bahwa pengakuan terhadap wilayah dan kepemimpinan ini adalah juga perpanjangan dari pengakuan terhadap kenabian yang dapat memberikan kebahagian bagi umat manusia dan manfaatnya akan kembali kepada mereka sendiri.

Dan untuk menambah pemahaman kita tentang ayat ini, dapat kita baca dalam ayat-ayat yang lain yang berkaitan dengan ayat ini, di antaranya adalah yang tertera dalam surat Saba’ ayat 47:

قُلْ مَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إلآَّ عَلَى اللهِ

“Katakanlah (Muhammad): “Imbalan apa pun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Imabalanku hanyalah dari Allah”.

Dan pada ayat 127 surat Asy-Syu’ara:

وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَىٰ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu, imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam”.

Kemudian pada ayat 86 surat Shad:

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَّمَا أَنَاْ مِنَ الْمُتَكَلِّفِيْنَ

“Katakanlah (Muhammad): “Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku) dan aku bukanlah termasuk orang yang mengada-ada”.

Jika kita menempatkan ketiga ayat di atas di samping ayat yang sedang kita bahas ini maka akan lebih mudah bagi kita untuk memahaminya, di satu kesempatan ayatnya menafikan adanya imbalan secara total, dan pada kesempatan lain ayatnya mengatakan bahwa Nabi saw. hanya meminta imbalan kepada orang-orang yang mau berjalan di jalan Sang Khaliq. kemudian pada ayat yang ketiga mengatakan bahwa imbalan yang Rasul saw. minta dari mereka sebenarnya semua manfaatnya akan kembali kepada mereka sendiri. Selanjutnya pada ayat yang sedang kita bahas ditambahkan bahwa kecintaan kepada keluarga Nabi saw. (القُربَى) adalah sebagai imbalan dakwah beliau, yakni bahwa imbalan yang beliau minta dari mereka adalan imbalan yang memiliki ciri berikut; manfaat dari imbalan itu tidak akan kembali kepada beliau, sebaliknya semua manfaatnya adalah untuk mereka sendiri, dan bahwa ia membuka jalan di hadapan mereka untuk sampak kepada Sang Khaliq.

Berdasarkan hal ini maka ayat di atas tidak mungkin memiliki makna lain selain masalah kelangsungan risalah Nabi saw. dengan perantara para pemimpin Ilahi dan khalifah-khalifah-Nya yang suci yang mereka semua berasal dari keturunan Nabi saw.

Dalam Al Quran kata (القُربَى) disebutkan sebanyak lima belas kali selain yang telah kami sebutkan di atas, yang seluruhnya bermakna orang-orang terdekat (المُقّرَّبِين), karenanya aneh jika ada orang-orang yang bersikeras menafsirkan kata ini (القُربَى) dengan makna mendekatkan diri kepada Allah (التَّقَرُّب إلَى الله) dan meninggalkan makna yang jelas yang digunakan di semua ayat-ayat Al Quran.

Hal lain yang menguatkan tafsiran di atas adalah pada akhir ayat yang sedang kita bahas ini disebutkan:

وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللهَ غَفُورٌ شَكُورٌ

“Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Seungguh Allah Maha Pengampun dan Maha Mensyukuri”. (Qs. Asy-Syura: 23)

Jelas bahwa tidak ada kebaikan yang lebih utama melebihi seseorang yang selalu berada di bawah para pemimpin (yang ditunjuntuk) Tuhan, yang mencintai mereka dengan hatinya, dan menapak tilasi jejak mereka, serta meminta penjelasan atas hal-hal yang mubham (tidak jelas) dari kalam Ilahi, juga menganggap mereka sebagai suri tauladan dan menjadikan jalan hidup dan perbuatan mereka sebagai tolok ukur.

Riwayat yang Berkaitan dengan Tafsir Ayat

Dalam kitab Fadhail as-sahabah Ahmad bin Hanbal menyebutkan riwayat dengan sanad dari Said bin Jubair dari Amir, ketika ayat (قُلْ لَآ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ) ini turun, mereka berkata: Wahai Rasulullah siapakah kerabat anda? Siapakah mereka yang engkau wajibkan bagi kami untuk mencintai mereka? Beliau menjawab: “Ali dan Fatimah serta kedua putra mereka as.”. dan beliau mengulangi ucapannya itu sebanyak tiga kali.

Dalam kitab Mustadrak As-Sahihain disebutkan bahwa Imam Ali bin Husain as. berkata: “Ketika Amirul Mu’minin meninggal dunia, Hasan bin Ali as. berpidato di hadapan umat, dan di antara yang ia ucapkan adalah: “Aku adalah salah satu dari Ahlul Bait yang Allah wajibkan untuk kalian cintai di atas semua muslim, dan Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman kepada nabi-Nya saw.: “Katakanlah (Muhammad): “Aku tidak meminta imbalan apa pun atas dakwahku kepada kalian kecuali kecintaan terhadap keluarga (ku), dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan kebaikan baginya”.[1]Maka perbuatan baik (yang dimaksud dalam ayat ini) adalah kecintaan kepada kami Ahlul Bait”.

Ibn Jarir At-Thabari dalam tafsirnya dengan sanad dari Said bin Jubair dan sanadnya yang lain dari Umar bin Syuaib ia mengatakan bahwa yang dimaksud dari (القُربَى) dalam ayat ini adalah keluarga dekat Rasulullah saw.

Allamah at-Thabrasi menukil dari Syawahid At-Tanzil tulisan Al-Hakim al-Haskani yang merupakan ahli tafsir dan hadis terkenal dari kalangan Ahlussunnah, dari Abi Umamah Al-Bahili, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan para nabi dari pohon yang berbeda-beda, sedangkan aku dan Ali diciptakan dari satu pohon yang sama, aku adalah akarnya dan Ali cabangnya, sementara Fatimah adalah serbuk sarinya, kemudian Hasan dan Husain adalah buahnya, sedangkan syiah kami adalah dedaunannya. Andaikan seorang hamba beribadah kepada Allah di antara Sofa dan Marwa selama seribu tahun, kemudian seribu tahun lagi, kemudian seribu tahun lahi, hingga ia menjadi seperti tempat air yang usang, namun dia tidak memiliki kecintaan kepada kami, maka Allah akan melemparkannya ke api neraka”. Kemudian beliau membaca ayat:

قُلْ لَآ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ.[2

 

[1] (Qs. Asy-Syura: 23)

[2] Tafsir Al-Amtsal, Jilid 15 hal. 468

Pos ini dipublikasikan di Kajian Qur'ani, Tafsir Tematik. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar