Tafsir Surat Al-Fatihah [7]: Jalan yang Diridhoi dan Jalan yang Dimurkai

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّينَ

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Qs. Al-Fatihah: 7)

Ayat ini memperjelas tafsiran (الصراط المستقيم) pada ayat sebelumnya, ia adalah jalan yang diliputi oleh beragam nikmat dari Allah, seperti nikmat hidayah, nikmat taufik, nikmat dipimpin oleh orang-orang saleh, nikmat ilmu, amal, jihad dan syahadah. Dan bukan jalan yang diliputi oleh murka Allah, bukan pula jalan yang sesat akibat dari penyimpangan pemikiran dan perbuatan mereka.

Dalam ayat ini terdapat anjuran untuk manusia untuk meminta jalan yang Allah beri nikmat kepada mereka di dalamnya, dan untuk dihindarkan dari jalan yang mereka dimurkai di dalamnya juga dari jalan yang sesat. Dengan demikian jalan hidayah menjadi sangat jelas bagi manusia.

Siapakah Mereka yang Diberikan Nikmat oleh Allah?

 Orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah adalah mereka yang dijelaskan dalam ayat berikut:

وَ مَنْ يُطِعِ اللهَ وَ الرَّسُولَ فَأُولٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَ الصِّدِّيْقِينَ وَ الشُّهَدَاءِ وَ الصَّالِحِينَ وَ حَسُنَ أُولٰئِكَ رَفِيقًا

“Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama dengan orang-orang yang dianugrahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya”. (Qs. An-Nisa’: 69)

Ayat ini sebagaimana sudah jelas, ia membagi orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah menjadi empat: Para Nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Bisa jadi penyebutan empat kumpulan ini adalah sebagai isyarat terhadap empat tahapan untuk membangun masyarakat mukmin yang selamat dan berkembang. Tahap pertama adalah tahap bangkitnya para Nabi dengan dakwah ilahiyah mereka. Tahap kedua adalah tahap semangat para shiddiqin yang tercermin dalam perkataan dan pernuatan mereka untuk menyebarkan dakwah. Tahap ketiga adalah tahap perjuangan untuk menghadapi unsur-unsur jahat dalam masyarakat, pada tahap ini para syuhada’ mengorbankan darah mereka demi kesuburan pohon tauhid. Sedangkan tahap keempat adalah tahap munculnya orang-orang saleh sebagai hasil dari kerja keras, perjuangan dan pengorbanan.

Maka dari itu kita dalam surat alhamdu meminta kepada Allah setiap pagi dan sore untuk menjadikan kita menjadikan kita berada di jalan keempat bagian di atas: yakni jalan para Nabi, jalan orang-orang shiddiqin, jalan para syuhada’ dan jalan orang-orang saleh. Dan jelas bahwa kita harus mengemban tanggung jawab dan melaksanakan risalah kita dalam setiap tahapan.

Siapakah Mereka yang Dimurkai Allah dan Mereka yang Sesat?

Dari ayat ini jelas bahwa orang-orang yang dimurkai oleh Allah dan orang-orang yang sesat mereka adalah dua kelompok berbeda, adapun perbedaan antara keduanya ada dalam tiga pernyataan berikut:

Pertama: dari penggunaan dua kata dalam ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang yang dimurkai oleh Allah adalah lebih buruk dari pada mereka yang sesat, dimana mereka mereka adalah orang-orang yang tersesat namun berhati lembut dan masih bisa diajak kembali ke jalan yang benar, sementara orang-orang yang dimurkai Allah mereka adalah orang-orang yang tersesat dan hatinya keras atau mereka yang munafik sehinggi mereka layak mendapatkan laknat dan murka dari Allah.

Allah SWT berfirman:

وَ لَٰكِن مَّنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صّدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللهِ

“Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”. (Qs. An-Nahl: 106)

Allah juga berfirman:

وَ يُعَذِّبَ الْمُنَافِقِيْنَ وَ الْمُنّافِقَاتِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ وَ الْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللهِ ظَنَّ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ دَآئِرَةُ السَّوءِ وَ غَضِبَ اللهُ عَلَيْهِمْ وَ لَعَنَهُمْ وَ أَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ

“Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka jahannam”. (Qs. Al-Fath: 6)

Dengan demikian orang-orang yang dimurkai oleh Allah adalah mereka yang – disamping kekafiran mereka – berjalan di jalan pembangkangan penentangan terhadap kebenaran, dan mereka berusaha keras dalam mengarahkan berbagai gangguan dan siksaan terhadap dakwah Ilahi.

Allah SWT berfirman:

وَ بَآؤُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللهِ وَ ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَ يَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَآءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ

“Dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas”. (Qs. Ali Imran: 112)

Kedua: semua mufassir sepakat bahwa maksud dari (الضآلين) adalah orang-orang yang menyimpang dari golongan Nashara, sementara (المغضوب عليهم) adalah orang-orang yang menyimpang dari golongan Yahudi. Pemahaman ini muncul dari pengamatan terhadap sikap kedua kelompok ini terhadap dakwah Islam. Al-Quran menjelaskan berkali-kali bahwa orang-orang yang menyimpang dari golongan Yahudi mereka memiliki kebencian dan dendam mendalam terhadap Islam. Walaupun para ulama’ Yahudi termasuk orang-orang yang mengabarkan tentang kemunculan Islam, namun mereka berubah memusuhi Islam ketika menyebarkan dakwahnya, dikarenakan beragam sebab yang tidak mungkin kami sebutkan semuanya di sini, di antaranya adalah karena adanya resiko terancamnya maslahat material mereka.

Uangkapan (المغضوب عليهم) secara sempurna dapat digunakan untuk kaum Yahudi, akan tetapi hal ini bukan berarti membatasi mafhum dari ayat (المغضوب عليهم) untuk golongan Yahudi saja, tapi ini adalah dari segi tathbiq kulli ‘ala mufrad (penerapan keseluruhan terhadap individu – red). Sementara orang-orang yang menyimpang dari kaum Nashara, sikap mereka terhadap Islam tidak sampai sekeras ini (kaum Yahudi – red), mereka hanya tersesat dalam menganalisa kebenaran. Mereka disebut sebagai (الضالين) ini juga dari segi tathbiq kulli ‘ala mufrad.

Ketiga:  kemungkinan (الضالين) adalah isyarat terhadap orang-orang sesat yang tidak bersikeras menyesatkan orang lain, sedangkan (المغضوب عليهم) adalah orang-orang sesat yang berusaha menyeret orang lain ke arah penyimpangan. Bukti akan hal ini adalah pernyataan Al-Quran tentang mereka yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah[1], Al-Quran berkata:

وَ الَّذِيْنَ يُحَآجُّونَ فِي اللهِ مِنْ بَعْدِ مَا اسْتُجِيْبَ لَهُ حُجَّتُهُمْ دَاحِضَةٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَ عَلَيْهِمْ غَضَبٌ وَ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدُ

“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima, maka bantahan itu mereka itu sia-sia saja di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras”. (Qs. Ash-Shura: 16)

Tampak bahwa tafsiran pertama adalah yang paling menyeluruh dari tafsir-tafsir setelahnya, bahkan kedua tafsiran setelahnya menjadi misdaq dari tafsiran pertama.[2]

 __________


[1] (Qs. Hud: 19)

[2] Tafsir Al-Amtsal, Jilid 1 Hal. 54

Pos ini dipublikasikan di Kajian Qur'ani, Tafsir Tartibi. Tandai permalink.

Satu Balasan ke Tafsir Surat Al-Fatihah [7]: Jalan yang Diridhoi dan Jalan yang Dimurkai

  1. Ping balik: Tafsir Surat Al-Fatihah [7]: Jalan yang Diridhoi dan Jalan yang Dimurkai – Ali Zainal Abidin

Tinggalkan komentar