Status dan Nama-nama Surah Al Fâtihah

Status dan Nama-nama Surah Al Fâtihah

Surah Al Fâtihah terdiri dari tujuh ayat. Dan ayat Basmalah adalah ayat pertama darinya, sesuai dengan hadis-hadis shahih dari Nabi saw dan para imam suci Ahlulbait as. Ia adalah tergolong surah Makkiyah, yaitu surah yang turun di Mekkah sebelum hijrah. Bahkan ada riwayat yang menyebutkan bahwa ia termasuk di antara surah-surah yang awal-awal telah turun kepada Nabi Muhammad saw.

Di antara kemuliaan dan keagungan surah al Fâtihah adalah banyak nama yang disebutkan untuknya. Nama-nama itu menunjuk kepada sifat dan dimensi serta rahasia yang terkandung dalam surah tersebut.

Di bawah ini akan saya sebutkan nama-nama Surah Al Fatihah dengan sedikit mengulas rahasia di balik penamaan itu.

Sebelumnya perlu diingat bahwa tidak semua nama itu telah ditetapkan bersifat tawqîfi/penetapan berdasarkan wahyu. Sebagiannya adalah penamaan yang ditetapkan sebagian ulama dengan memerhatikan kandungan surah tersebut.

 

  • Fâtihatul Kitâb (Pembukaan Kitab)/Fâtihatul Qur’ân.

Dinamai Fâtihatul Kitâb sebab Mush-haf diawali dengannya, demikian juga dalam belajar dan membaca dalam shalat. Dan ada yang mengatakan karena ia surah yang pertama turun. Ada juga yang mengatakan karena ia yang pertama dituliskan di Lauhul Mahfûdz. Ada juga yang mengatakan karena al Hamd (pujian) adalah pembukaan semua kalam/pembicaraan.

Dalam beberapa hadis diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda menyebut surah al fatihah dengan nama Fâtihatul Kitâb.

لاَ صَلاةَ إلَّا بِفاتحةِ الكتابِ.

“Tiada shalat tanpa Fâtihatul Kitâb.”[1]

لاَ صَلاةَ  لِمَنْ لَمْ يَقْرأ بِفاتحةِ الكتابِ.

“Tiada shalat bagi seorang yang tidak membaca Fâtihatul Kitâb.”[2]

Dan dalam hadis pertama riwayat Syeikh Shadûq –seperti akan kami sebutkan tentang keutamaan Surah al Fatihah, Nabi saw juga menyebut surah ini dengan nama Fâtihatul Kitâb.

Dan tampaknya ketersohoran surah al Fatihah dengan nama ini sudah ada sejak zaman Nabi saw. dan kaum Muslimin pun menamainya demikian.

 

  • Ummul Kitâb/Ummul Qur’an

Sepertinya, rahasia di balik penamaan surah al Fatihah dengan nama ini ialah dikarenakan:

[1] Surah ini ditulis di awal Mush-haf dan dibaca pertama dalam shalat sebelum membaca surah lainnya, sebab kata Ummu menunjukkan arti awal kemunculan anak. Orang Arab menyebut kata Ummu untuk makna sesuatu yang mengawali perkara apabila perkara itu memiliki lanjutan yang mengikutinya.

[2] Dan ada juga yang menyebutkan karena dia adalah asal/pangkal Al Qur’an, sebab kata Ummu artinya adalah asal-usul/pangkal. Surah al Fâtihah memuat secara ringkasan seluruh kandungan.

Kandungan dan ajaran Al Qur’an iu terdiri dari tiga ajaran dasar; tentang:

[1] Mengenal Mabda’ [Asal-usul penciptaan alam semesta].

[2] Mengenal Ma’âd [Kesudahan alam semesta, termasuk manusia]. Dan

[3] Mengenal Risalah/Kerasulan.

Surah al Fatihah mengandung tiga prinsip dasar di atas dengan kemasan redaksi yang singkat dan rapi. Bagian pertama surah al Fatihah membicarakan tentang Mabda’, ketuhanan Allah yang mutlak/absolut atas alam semesta. Demikian pula dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Indah, Shifât Jamâliyah seperti sifat Rahmat yang mutlak dan Rahmat khusus. Bagian kedua menunjuk kepada prinsip Ma’âd dan tampaknya Kemaha-Rajadirajaan dan Kemaha-Kuasaan Allah di hari kiamat. Dan bagian ketiga, yaitu bagian akhir surah adalah Pembatasan penghambaan dan permohonan bantuan hanya untuk dan kepada Allah, serta memohon hidayah dan bimbingan menuju jalan, shirât yang mustaqîm.  Tentu hal itu hanya dapat diraih dan diperoleh melalui wahyu dan kerasulan, ar Risalah.

Jadi poros inti pembicaraan Al Quran teah dirangkum dalam surah al Fatihah.[3]

Shadrul Mutaallihin asy Syîrâzi yng dikenal dengan nama Mulla Shadrâ –seorang Filsuf dan Mufassir agung- berkata, “Sesungguhnya nisbat/kedudukan surah al Fatihah di sisi Al Qur’an seperti kedudukan manusia [alam mikro] dibanding alam raya [makro]. Di dalam Al Qur’an tidak ada surah yang sekelas surah al Fatihah dari sisi kandungannya yang mencakup/merangkum [total ajarannya]. Karenanya, siapa yang tidak mampu menyimpulkan rahasia-rahasia ilmu-ilmu agung ketuhanan [mengenal Mabda’, mengenal Ma’âd dan ilmu tentang diri] dari surah al Fatihah berarti ia bukan seorang Alim Rabbani dan tidak mampu naik ke tingkatan menafsirkan surah itu sebagaimana mestinya.”[4]

Bahkan, surah al Fatihah telah merangkum dua dasar/prinsip dalam Islam selain tiga prinsip di atas, yaitu kemaha-Adilan Allah SWT dan prinsip Imamah/Kepemimpinan, seperti insya Allah akan dijelaskan nanti.

 

  • As Sab’u Al Matsâni

Dalam banyak hadis yang cukup masyhur disebutkan bahwa surah al Fâtihah juga dinamai as Sab’u al Matsâni, sebab ia terdiri dari tujuh ayat. Adapun kata al Matsâni ia diambil dari kata tsanâ’ (pujian), sebab di dalamnya terdapat pujian kepada Allah SWT. Dan ada yang mengatakan bahwa kata al Matsâni maksudnya ialah sesuatu/bacaan yang diulang-ulang, karena ia dibaca pada setiap raka’at shalat.

Penamaan ini telah disebutkan dalam banyak hadis, di antaranya riwayat Imam Hasan al Askari as dari ayah-ayah beliau dari Imam Ali as, [dalam hadis panjang, di antaranya beliau berkata:

سمعت رسول الله (صلى الله عليه وآله) يقول: إن الله عز وجل قال لي: يا محمد (وَ لَقَدْ آتَيْناكَ سَبْعاً مِنَ الْمَثاني‏ وَ الْقُرْآنَ الْعَظيمَ ) فأفرد الامتنان علي بفاتحة الكتاب، وجعلها بإزاء القرآن العظيم.

“Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Alla Yang Maha Berkah dan Maha Agung berfirman kepadaku, ‘Hai Muhammad!

وَ لَقَدْ آتَيْناكَ سَبْعاً مِنَ الْمَثاني‏ وَ الْقُرْآنَ الْعَظيمَ

“Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang- ulang dan Al Qur’an yang agung.”(QS. Al Hijr;87)

Dia telah mengkhusukan anugerah atasku dengan Fâtihatul Kitâb, dan menjadikannya sejajar dengan Al Qur’an al ‘Adzîm.”[5]

Dalam hadis di atas, Nabi saw menegaskan bahwa Allah SWT telah menganugerahkan kepada beliau as Sab’u al Matsâni yang disejajarkan dengan total Al Qur’an. Dan berdasarkan banyak riwayat dari Nabi dan Ahlulbait as bahwa yang dimaksud dengannya adalah surah al Fatihah.

Dalam sebuah riwayat dai Yunus bin Abdurrahman disebutkan, “Aku bertanya kepadaAbu Abdillah [Imam Ja’far] as tentang ayat:

وَ لَقَدْ آتَيْناكَ سَبْعاً مِنَ الْمَثاني‏ وَ الْقُرْآنَ الْعَظيمَ

“Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat al Matsâni dan Al Qur’an yang agung.”(QS. Al Hijr;87)

Maka beliau as berkata, “Ia adalah Surah al Hamdu. Ia terdiri dari tujuh ayat, di antaranya adalah:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Dan ia dinamai al Matsâni karena ia diulang-ulang [dibaca] dalam dua rakaat pertama dalam shalat.”[6]

Surah Al Fatihah termasuk di antara anugerah maknawi yang sangat agung yang anugerahkan kepada Nabi saw. Nabi saw menyebutnya sebagai minnah, yang secara bahasa beratikan nikmat yang agung dan berbobot. Itulah surah al Fatihah. Dan kata imtinâ, penganugerahan nikmat agung dan berbobot itu. Jadi kedudukan al Fatihah itu sejajar dengan total al Qur’an dan pengutusan Nabi Muhammad sebagai Rasul. Perhatikan firman Allah di bawah ini:

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنينَ إِذْ بَعَثَ فيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَ يُزَكِّيهِمْ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ إِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفي‏ ضَلالٍ مُبينٍ

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang- orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat- ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar- benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Âlu Imrân; 164)

Juga dalam surah al Hijr ayat 87 Allah SWT berfirman mensifati Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai:

وَ لَقَدْ آتَيْناكَ سَبْعاً مِنَ الْمَثاني‏ وَ الْقُرْآنَ الْعَظيمَ

Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang- ulang dan Al Qur’an yang agung.

Tentu semua itu sebagai penjelasan akan keagungan surah Al Fatihah.

  • Al Kanz

Kata Kanz artinya harta simpanan, ia dinamai dengannya karena alasan yang telah dikemukakan pada penamaannya dengan Ummul Qur’an. Nama atau sifat ini telah disebutkan dalam beberapa hadis Nabi saw, di antara hadis panjang dari riwayat Jabir bin Abdillah al Anshari ra:

وَ أُعْطِيَتْ أُمَّتُكَ كَنْزًا مِنْ كُنُوْزِ عَرْشِي فاتحَةَ الكتابِ.

“… dan umatmu telah diberi anugerah sebuah kanz, perbendaharaan/harta simpanan dari perbendaharaan Arsy-Ku yaitu Fâtihatul Kitâb.[7]

Dan juga dalam hadis dari Imam Hasan al Askari as yang akan kita baca nanti.

 

  • Al Kâfiyah.

Kata al Kâfiah artinya sesuatu yang cukup dan mencukupkan. Ia dinamai al Kâfiyah sebab dengannya telah dianggap cukup/sah shalat, dan tanpanya shalat belum dihitung sah, seperti dalam beberapa hadis yang telah kita baca.

 

  • Al Asâs.

Kata Asâs artinya pondasi. Al Fâtihah dinamai dengannya karena ia adalah asas/pondasi Al qur’an. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, “Setiap sesuatu memiliki asas … dan asas Al Qur’an adalah al Fâtihah. Dan asas/pondasi al Fâtihah adalah ayat Bismillahir Rahmânnir Rahîm.”[8]

 

  • An Nûr.

Dalam banyak ayat, Allah SWT mensifati Al Qur’an dengan Nûr.

Allah berfirman:

يا أَيُّها الناسُ قَدْ جاءَكُمْ بُرْهانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَ أَنْزلْنا إليكُمْ نُوْرًا مُبِيْنًا.

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti dari Tuhanmu dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al qur’an).”(QS. An Nisa’;174)

يَا أهْلَ الكتابِ  قَدْ جاءَكُمْ رَسُولُنا يُبَيِّنُ لَكُمْ كثيرًا مِمَّا كنتم تُخْفُوْنَ مِنَ لكتابِ و يَعْفُوا عَنْ كثِيْرٍ, قَدْ جاءَكُمْ مِن اللهِ نُوْرٌ وَ كتابٌ مُبِيْنٌ

“Hai Ahlul Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu caaya dan kitab yang menerangkan.” (QS. Al Maidah;15)

والذينَ آمَنوا بِهِ و عَزَّروهُ و اتَّبَعُوا النورَ الذي أنزِلَ معَهُ.

“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan bersamanya (Al qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS. Al A’râf;157)

وكذلِكَ أوْحَيْنا إليكَ رُوْحًا مِنْ أمرِنا ما كُنْتَ تَدْرِيْ ما الكتابُ ولا الإيمانُ وَلَكِنْ جَعَلْناهُ نُورًا نَهْدِيْ بِهِ مَنْ نشاءُ مِنْ عبادِنا وَإنَّكَ لَتَهْدِيْ إلىَ صِراطٍ مُسْتَقِيْمٍ.

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya Kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. Asy Syûrâ;52)

فَآمِنوا باللهِ و رسولِهِ و النورِ الذي أنْزَلْنا و اللهُ بِما تَعْمَلُون خًبيرٌ.

“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya yang Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. At Taghâbun;8)

Kata Nûr sebagaimana didefinisikan para pakar ialah sesuatu yang dengannya benda menjadi terang dan terlihat oleh indra penglihat kita. Ia terang dengan sendirinya sedangkan yang lain menjadi terang dengannya. Dalam perkembangannya kata tersebut juga di pergunakan untuk benda-benda yang dengannya benda lain menjadi terang dan jelas, seperti mata, lilin, penciuman, persentuhan dll. Ia juga difungsikan untuk sesuatu yang bukan benda kasar, seperti akal disebut juga dengan Nûr mengingat dengannya hal-hal yang rasional dapat menjadi jelas.[9]

Maka atas dasar itu, surah Al Fatihah yang merangkum inti muatan dan ajaran Al Qur’an sudah barang tentu sebagai Nûr, cahaya yang menerangi kehidupan umat manusia.[10]

 

  • Surah Al Hamd.

Ia di namai al Hamd karena di dalamnya termuat kalimat pujian.

 

  • Surah Al Hamdu al Ulâ.

Dinamai demikian karena dia berada dalam urutan terawal/pertama di antara surah-surah al Hâmidât/surah yang diawali dengan kalimat pujian kepada Allah SWT, yaitu surah Al An’âm, Al kahfi, Saba’ dan Fâthir.

 

  • Surah Al Hamdu Al Qushra.

Dinamai demikian karena ia yang terpendek di antara surah-surah al Hâmidât.

  • Surah asy-Syukr.

Sebab di dalamnya termuat pujian kepada Allah SWT. atas anugerah dan kebaikan serta kemaha-indahan Allah SWT.

  • Asy Syifâ’ [Kesembuhan] atau asy Syâfiyah [Penyembuh].

Al Qur’an turun sebagai obat penawar dan kesembuhan bagi semua penyakit dan sakit batin berupa kebodohan dan kehinaan sifat dan perangai.

Allah SWT berfirman:

يَا أيُّها الناسُ قَدْ جاءَتْكُمْ موعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ و شِفاءٌ لِما في الصُدُورِ وَهُدًى وَ رَحْمَةٌ للمُؤْمِنِيْنَ.

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu mau’idhah dari Tuhanmu dan syifâ’ bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(QS. Yunus;57)

و نُنَزِّلُ مِنَ القُرْآنِ ما هُوَ شِفاءٌ و رَحْمَةٌ للمُؤْمِنِيْنَ ولا يَزِيْدُ الظالِمِينَ إلاَّ خسارًا.

“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan tidaklah menambah orang-orang zalim kecuali kerugian.” (QS. AlIsrâ’; 82)

قُلْ هُوَ للذينَ آمنوا هُدًى و شِفاءٌ .

“Katakanlah: “Al Qur’an itu adalah petunjuk dan kesembuhan bagi orang-orang yang beriman.”.(QS. Ad Dukhân;44)

Kata syifâ’ adalah bentuk mashdar (kata dasar) yang berarti kesembuhan. Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa penggunaan bentuk mashdar untuk arti sifat memberi kesan penegasan dan mubâlaghah (benar-benar). Al qur’an adalah asy-Syâfi obat penyembuh dan penawar, namun demikian redaksi yang dipilih adalah syifâ’ (kesembuhan), hal ini untuk menunjukkan arti mubâlaghah sesuai dengan kaidah di atas. Demikian ditegaskan para ulama dan ahli tafsir.

Syeikh ath-Thusi berkata, “Syifâ’ sebagai obat yang menghilangkan penyakit. Penyakit kebodohan lebih parah dari penyakit badan/jasad, pengobatanya lebih sulit dan para dokternya sedikit serta kesembuhan darinya jauh lebih penting.”[11]

Dan inilah yang ditegaskan Imam Ali as. dalam salah satu pidato beliau tentang keutamaan Al Qur’an:

… فَاسْتَشْفُوهُ مِنْ أدْوائِكُمْ واسْتَعِيْنُوا بِهِ علىَ لأْوَائِكُمْ فَإِنَّ فيهِ شِفاءً مِنْ أكْبَرِ الداءِ و هُوَ الكُفْرُ و النِفاقُ و الغَيُّ و الضلالُ …

“Mintalah kesembuhan darinya untuk penyakit-penyakit kalian dan mintalah bantuan dengannya untuk mengatasi kesulitan hidup, karena sesungguhnya di dalamnya terdapat penawar bagi penyakit terbesar yaitu kekafiran, kemunafikan, penyimpangan dan kesesatan…”.[12]

Dan surah Al Fatihah sebagai paling afdhalnya surah-surah Al Qur’an tentu memuat keistimewaan sebagai Syifâ’, penawar dan kesembuhan dari berbagai penyakit.

Selain itu tentu, ayat-ayat Al Qur’an dan khususnya surah al Fatihah sebagai obat yang dapat mengusir penyakit-penyakit badan. Ayat-ayat Al Qur’an di atas dan juga hadis-hadis yang mensifatinya sebagai Syifâ’ menunjuk kepada dua dimensi kesembuhan tersebut.

Seperti dalam hadis dari Nabi saw.:

فاتحة الكتاب شفاءٌ مِنْ كُلِّ داءٍ.

“Surah Fâtihatul Kitâb adalah obat kesembuhan dari segala penyakit.”[13]

Al Kulaini meriwayatkan dengan sanad bersambung kepada Salamah bin Mihraz, ia berkata, “Aku mendengar Imam Muhammad al Baqir as bersabda:

مَنْ لَمْ يَبْرَأْهُ الْحَمْدُ لَمْ يَبْرَأْهُ شَيْئٌ.

“Siapa yang tidak bisa sembuh dengan al Fatihah maka ia tidak akan bisa sembuh dengan selainnya.”[14]

Al Kulaini juga meriwayatkan dari Abdullah bin al Fadhl an Naufali, ia berkata:

مَا قَرَأْتً الحَمد على وَجَعٍ سَبْعِيْنَ مَرَّةً إِلاَّ سَكَنَ.

“Imam al Baqir as berkata, “Tiada aku membaca surah al Hamdu sebanyak tujuh puluh kali untuk sakitku melainkan ia menjadi redah/sembuh.”[15]

Dan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ada seorang sahabat Nabi berjumpa dengan seseorang yang sedang pinsan, lalu ia membacakan surah al Fâtihah di telinganya, maka ia sadar dan sembuh, kemudian peristiwa itu diceritakan kepada Nabi saw. lalu beliau bersabda:

هِي أُمُّ القرآن و هي شفاءٌ من كل داء

“Surah ini adalah Ummul Qur’an dan ia adalah obat kesembuhan dari segala penyakit.”

 

  • Surah ash-Shalâh.

Surah al Fatihah dinamai surah ash Shalâh/Shalat, sebab sahnya shalat bergantung dengan membacanya. Dan selain itu dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah menamainya dengan shalat.

Dari Imam Ali as. beliau berkata: “Aku benar-benar mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Allah –Azza wa Jalla- berfirman:

قَسَمْتُ فاتحةَ الكتابِ بيني و بينَ عبدي, فَنصْفُها لِي و نصفُها لِعَبْدي, ِلِعَبْدي ما سَألَ: إذا قال العبدُ: بسم الله الرحمن الرحيم. قال الله جل جلاله: :بدَأَ عبدي باسمي و حَقٌّ عليَّ أنْ أُتِمِّمَ لهُ أمورَهُ و أُبارِكَ لهُ في أحْوالِهِ. فَإذا قال الحمد لله رب العالمين. قال الله جل جلاله: حمِدَني عبدِي و علِمَ أنَّ النِعَمَ التي لَهُ مِنْ عندي, و أن البلايا التي دَفَعْتُ عنه فَبِتَطَوُّلي, أُشْهِدُكُمْ أني أُضِيْفُ له إلى نعم الدنيا نعم الآخرةِ و أَدفَعُ عنه بلايا الآخرةِ كما دفعتُ عنه بلايا الدنيا.  فَإذا قال: الرحمن الرحيم. قال الله عز وجل: شهِد لِيْ بِأَني الرحمن الرحيم, أُشْهشدُكم لأُوَفِّرَنَّ مِنْ رحمتي حَظَّهُ و لأُجْزِلَنَّ من عطائي نَصِيْبَهُ. فَإذا قال: مالك يوم الدين. قال الله جل جلاله: أشهِدكم كما اعترف عبدي أني ملك يوم الدين لأُسَهِّلَنَّ يوم الحسابِ حسابَهُ و لأَتَقَبَّلَنَّ حسناتِهِ و لأَتجاوزَنَّ عن سَيِّئاتهِ. فإذا قال: إياك نعبد. قال الله عز و جل: صدقَ عبدي إياي يعبدُ, أُشْهِدُكم لأُثِيْبَنَّهُ على عبادته ثوابا يَغْبِطُهُ كُلُّ مَن خالفَهُ في عبادتهِ لي. فإذا قال: و إياك نستعين. قال الله عز و جل: بي استعان و إليَّ إلْتجأَ, أُشْهِدكم لأُعِيْنَنَّهُ في شدائدهِ و لآخُذَنَّ بِيَدِهِ يوم نوائبه. فإذا قال: إهدنا الصراط المستقيم* صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين. قال الله عز و جل: هذا لِعبديِ و لِعبدي ما سأَلَ, فقد استَجَبْتُ لِعبديو أَعْطَيْتُهُ ما أَمَّلَ و آمَنْتُهُ عَما منه وَجِلَ.

“Aku telah membagi surah al Fâtihah di antara Aku dan hamba-Ku; separuh surah itu untuk-Ku dan separuhnya untuk hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku (Aku akan memberikan) apa yang ia minta: Apabila hamba-Ku mengucap: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah Maha Penyayang”, Allah menjawab: Hamba-Ku memulai dengan menyebut nama-Ku dan pasti bagiku untuk menyempurnakan urusan-urasannya dan memberkahi keadaannya. Dan apabila ia mengucapkan “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”. Allah menjawab: hamba-Ku memuji-Ku dan ia mengetahui bahwa nikmat-nikmat yang ia miliki berasal dari-Ku dan semua mala-petaka yang Aku hindarkan darinya itu juga atas kekuasaan-Ku, maka Aku persaksikan kepadamu bahwa Aku akan menggabungkan untuknya nikmat akhirat di samping nikmat dunia, dan Aku akan hindarkan darinya bencana akhirat sebagaimana  Aku hindarkan darinya bencana dunia. Dan apabila ia mengucapkan: “Yang Maha Rahman Maha Rahim”. Allah menjawab: Hamba-Ku bersaksi untuk-Ku bahwa Aku adalah Dzat Yang Maha Rahman Maha Rahim. Aku persaksikan kepada kalian bahwa Aku akan melimpahkan bagiannya dari rahmat-Ku dan Aku akan penuhkan untuknya dari pemberian-Ku. Dan apabila hamba mengucap: ”Yang menguasai hari pembalasan”. Allah menjawab: Aku persaksikan kepada kalian, sebagaimana ia mengakui bahwa Aku adalah Penguasa hari pembalasan, maka Aku akan mudahkan kelak di hari perhitungan hisab baginya, dan akan Aku terima semua kebaikannya serta Aku ampuni segala kejelekannya. Dan apabila hamba mengucap: “Hanya kepada-Mulah kami menyembah”. Allah menjawab: Benar hamba-Ku, hanya kepada-Ku-lah ia menyembah. Aku persaksikan bahwa Aku akan memberinya pahala atas ibadahnya dengan pahala yang akan membuat iri semua yang menyalahinya dalam ibadahnya kepada-Ku. Dan apabila hamba mengucapkan: “dan hanya kepada-Mu memohon pertolongan”. Allah menjawab: hanya dengan-Ku ia memohon pertolongan dan hanya kepada-Ku ia berlindung. Aku perseksikan kalian bahwa Aku akan menolongnya atas perkaranya, Aku akan buat ia cukup dalam bencananya dan Aku akan selamatkan ia pada hari bencananya. Dan apabila hamba mengucapkan: “Tunjukilah kami petunjuk ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat dan bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat”. Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta. Maka Aku benar-benar akan mengabulkan untuk hamba-Ku dan memberinya apa yang ia cita-citakan dan Aku amankan dia dari apa yang ia takuti.”[16]

  • Surah ad-Du’a’/As Su’âl

Dinamai surah do’a dikarenakan di dalamnya termuat permohonan: “Tunjukilah kami petunjuk ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat dan bukan jalan orang-orang yang di murkai dan orang-orang yang sesat.”

Dengan alasan yang sama, demikian dikatakan oleh al Fakhru ar Râzi dalam tafsirnya.

  • Surah Ta’lîm al Mas’alah.

Surah ini dinamai surah ajaran adab permohonan sebab di dalamnya diajarkan kepada kita bagaimana adab dan sopan santun memohon kepada Allah SWT. Ia dimulai dengan memuji Allah SWT. dengan puncak pujian: Segala puji bagi Allah. Demikian disebutkan al Marsi sebagai dikutib as-Suyuthi.

  • Surah Al Munâjat.

Sebab di dalamnya  seorang hamba bermunajat kepada Allah SWT. dengan mengucap: “Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mu memohon pertolongan.”

  • Surah at-Tafwîdh.

At-Tafwîdh artinya berserah diri, ia dinamai demikian karena di dalamnya hamba berserah diri hanya kepada Allah SWT. dengan mengucap: “Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mu memohon pertolongan.”[17]

  ___________

[1] Tafsir Tasnîm; Syeikh Abdullah Jawâdi Âmuli,1/312 dari Ghawâli al Laâli,1/196.

[2] Tafsir Tasnîm; Syeikh Abdullah Jawâdi Âmuli,1/312 dari Wasâil asy Syî’ah,6/37 dan Shahih Bukhari,1/192.

[3]Tafsir Tasnîm,1/310-311.

[4] Tafsir al Qur’an; Mulla Shadra,1/163-164.

[5] Saya akan kembali menyebut hadis ini secara lengkap ketika membicarakan hadis-hadis keutamaan surah al Fatihah.

[6] Tafsir al Ayyâsyi,1/33/hadis no3.

[7] Tafsir Nûr ats Tsaqalain,1/4, al Khishâl; Syeikh Shadûq1/425/Bab Sepuluh tentang nama-ama Nabi saw dan Bihâr al Anwâr,89/230/Bab 29 {Keutamaan Surah-surah Al Qur’an]/hadis no.10.

[8] Majma’ al Bayân,Jilid I/Juz 1/Hal.17.

[9] Tafsir Mizân :15/122.

[10] Tafsir Tasmin,1/316.

[11] Tafsir at Tibyân,5\394.

[12] Al Hayah:2\101 dari Nahjul Balaghah:567.

[13] Majma’ al Bayân, Jilid I/Juz 1/Hal.17.

[14] HR. Al Kulaini daam al Kâfi, Kitabu Fadhl al Qur’ân/Bab Fadhl al Qur’ân/Keutamaan Al Qur’an2/626/hadis no. 22, tafsir al Ayyâsyi,1/35 dan Tafsir Nûr ats Tsaqalain,1/4.

[15] HR. Al Kulaini dalam al Kâfi, Kitabu Fadhl al Qur’ân/Bab Fadhl al Qur’ân/Keutamaan Al Qur’an,2/626/hadis no. 15.

[16] Tafsir ash-Shafi; Al Kasyani:1/75 dan Al Bihâr; Al Majlisi:89/226.

[17] Untuk keterangan nama-nama di atas dapat dikomfirmasi ke dalam Tafsir tasnîm,1/310-316.

Pos ini dipublikasikan di Kajian Qur'ani, Tafsir Tartibi. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar