Tafsir Tematik [10] Dan Selesailah Tugas Nabi Muhammad Saw.! [Bag.1]

Dan Selesailah Tugas Nabi Muhammad Saw.

Dan setelah mempersiapkan Imam Ali as. sebagai pemimpin lanjutan pasca kebanian -seperti akan dibuktikan pada bagian kedua nanti- Allah SWT memerintahkan Nabi mulia saw. dipenghujung masa hidup beliau untuk menunjuk Ali dan mengumumkan serta memaklumkan kepemimpinannya secara luas di hadapan para sahabat.

Banyak bukti adanya penujukan itu tetapi di sini saya bermaksud menyajikan satu dari bukti-bukti tersebut. Kali ini saya ajak pembaca men-tadabbur-kan dan merenungkan ayat-ayat suci surah al Insyirâh [93] yang menitahkan penunjukan tersebut.

Allah SWT berfirman:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ

“Maka jika kamu telah selesai (menyampaikan agama Allah) angkatlah (pemimpin umat setelahmu)” (QS:94;7).

Anugrah Allah Atas Nabi-Nya

Surah Alam Nasyrah termasuk surah yang diperselisihkan statusnya, apakah ia Makkaiyah atau Madaniyah, akan tetapi konteks pembicaraan yang termuat di dalamnya menguatkan pendapat bahwa ia Madaniyah (turun setelah Hijrah).

Di dalam surat ini kita melihat adanya penekanan-penekanan khusus pada nikmat-nikmat dan anugrah Allah yang dikhususkan kepada Nabi Muhammad saw. Allah membuka surat ini dengan firman-Nya

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

Bukankah Kami telah Melapangkan untukmu dadamu.

Ar Raghib al Isfahani berkata, “Asal arti kata Syarh adalah membeber daging, dan kata Syarhushshadr artinya dibeber dan dilapangkannya dada dengan cahaya Ilahi, ketentraman dari Allah dan ruh dari-Nya.”

Arti dilapangkannya dada Nabi saw. ialah dibeberkannya sehingga mampu mengemban wahyu yang diturunkan kepadanya dan yang beliau diperintahkan untuk menyampaikannya kepada umat serta menanggung gangguan dan kesulitan yang akan menimpanya di jalan da’wah. Atau dengan kata lain menjadikan jiwa Nabi saw. dalam kesiapan yang sempurna untuk menerima anugrah agung yang akan dicurahkan kepadanya dari sisi Allah SWT.

Kemudian Allah SWT melanjutkan dengan menyebut anugrah lain:

وَ وَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ * الَّذِيْ أَنْقَضَ ظَهْرَكَ.

“Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu.”

Kata: وِزْرَ (wizrun) berartikan beban dan kata kerja: أَنْقَضَ berasal dari kata kerja dengan tiga huruf: نَقَضَ yang artinya mematahkan.

Allah SWT telah meletakkan (menghilangkan) beban berat yang hampir-hampir mematahkan punggung Nabi saw. Beban berat yang dimaksud ialah beban Ilahi dan kesungguh-sungguhan dalam berda’wah dan menyampaikan risalah serta berbagai resiko dan rintangan yang beliau hadapi. Allah menghilangkannya dan memberikan kelapangan dada dan taufiq (kemudahan) sehingga semua itu menjadi terasa ringan untuk beliau pikul.[1]

Karena Risalah Allah itu adalah berat maka tidak mungkin mampu dipikul oleh seorang hamba tanpa pertolongan dan taufiq dari Allah.

إِنا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلاً ثَقِيْلاً

“Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat”. (QS:73;5)

وَ رَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ.

“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan(nama)mu.”

Allah SWT mengangkat sebutan Nabi Muhammad saw. di atas sebutan manusia lain, di antaranya dengan menggandengkan nama beliau dengan nama Allah SWT dalam Syahadatain yang merupakan asas agama Allah. Setiap orang Muslim akan selalu menyebut nama beliau bersama nama Tuhannya pada setiap shalat yang ia tegakkan setiap hari lima kali. Di samping itu nama beliau akan selalu disebut-sebut bersama nama Allah dalam adzan, iqamat dan khutbah-khutbah di atas mimbar.

Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda:

قَالَ لِيْ جِبْرَائِيْلُ: قَالَ اللهُ عزّ وَ جَلَّ: إِذَا ذُكِرْتُ ذُكِرْتَ مَعِيْ.

“Jibril berkata kepadaku, bahwa Allah berfirman:”Jika Aku disebut maka kamu juga disebut bersama-Ku.” [2]

Disamping pengangkatan sebutan Nabi saw. di dunia ini, Allah juga mengangkat dan meninggikan sebutan nama beliau di langit pada alam non material, sehingga para malaikat di sana sangat merindukan untuk berjumpa dan berkhidmat untuk Nabi saw.

Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa disamping kesusahan pasti ada kemudahan. Allah SWT berfirman:

فَإِنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا * إِنَ مَعَ العسرِ يُسْرًا.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan* sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Ayat ini menyebutkan alasan bagi diletakkannya beban berat dan mengangkat sebutan Nabi.

Dalam ayat ini Allah menjelaskan alasan dihilangkannya beban berat dari Nabi saw., bahwa hal itu merupakan sunnah Ilahiyah, tidak ada keadaan yang akan langgeng dan abadi, semuanya akan mengalami perubahan.

Tugas da’wah yang beliau pikul adalah hal yang berat. Berpalingnya umat manusia dari kebenaran da’wah beliau dan pengingkaran kerasulan beliau serta usaha gigih mereka untuk memadamkan sebutan beliau selaku Rasul Allah juga hal yang sangat berat bagi beliau saw. Dan kesemuanya telah dihilangkan dengan banyaknya orang yang mulai sadar dan menerima kebenaran. Dan ditinggikannya sebutan beliau yang sebelumnya mereka dengan gigi berusaha menguburnya. Ini semua sesuai dengan Sunnah Allah, yaitu Dia akan mendatangkan kemudahan setelah adanya kesulitan.

Lalu kenyataan di atas dikuatkan dengan menyebut ayat:

إِنَ مَعَ العسرِ يُسْرًا

karena fungsi pengulangan ini adalah untuk taukid/penguat.

*****

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ * وَ إِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

“Maka jika kamu telah selesai (dari sebuah urusan),kerjakan dengan sunguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

Kata: “فانصَِبْ” (huruf shadnya dapat dibaca fathah atau kasrah) pada ayat ini berasal dari kata kerja “نصب” (dengan dibaca fathah huruf shadnya) yang berartikan capek.

Di dalam ayat di atas tidak disebutkan kaitan dua kata kerja: فَرَغْتَ- فَانْصَبْ selesai dan bersungguh-sungguh. Dan tidak disebutnya kaitan, muta’allaq kata kerja itu dapat berfungsi memberi makna keumuman.

Jadi tidak ada pembatasan bagi makna jika kamu telah selesai dari melakukan pekerjaan tertentu itu saja, maka bersungguh-sungguhlah dalam melakukan pekerjaan lain yang ini saja, misalnya.

Maka atas dasar ini, apa yang disebutkan para mufassir tentang kaitan dua kata kerja itu sebenarnya harus kita fahami sebagai sekedar menyebut salah satu atau sebagian kaitan. Ia tidak sedang membatasi kaitan kata kerja itu.

Sebagian ulama mufassir menafsirkan ayat ini sebagai berikut, “Jika kamu (hai Muhammad) selesai menyampaikan Risalah Allah maka bersunguh-sungguhlah (capekkanlah dirimu) dengan beribadah kepada Allah, berdo’a dan memohon maqam syafa’at.”

Dan ada pula yang menafsirkan, “Apabila kamu selesai menunaikan shalat wajib, capekkanlah dirimu dengan mengerjakan shalat sunnah.”

Dan ada penafsiran ketiga, Apabila kamu telah selesai dari urusan duniamu, kerjakan ibadah dengan sungguh-sungguh.”

Sementara itu, ada pula yang menyebut bahwa kaitan dua kata kerja pada ayat di atas ialah, “Jika telah menyelesaikan tugas berat dalam menyampaikan ajaran agama Allah dan membimbing umat Islam, maka tunjuklah seorang pemimpin yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemipinan. Jangan biarkan umat tanpa pemimpin yang akan menunjuki mereka jalan kebenaran dan kebahagian!”

Penafsiran seperti itu pernah disampaikan oleh Syahid Muthahhari dan ulama lain berdasarkan riwayat-riwayat yang ada-, beliau berkata, “Jika kamu selesai menyampaikan Risalah dan agama Allah maka angkatlah Ali as. sebagai Khalifah yang memikul tugasmu selaku Imamul Ummah, Pemimpin Tertinggi umat.

Lebih lanjut Muthahhari mengatakan, “Kaum Syi’ah menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, bahwa kemudahan yang didapat oleh Nabi saw. itu, beliau perolehnya dari jalan Ali as… Ali as. adalah pembela dan pembantu Nabi saw.. Dan mereka benar dalam penafsiran ini sebab logika dan fakta mendukung kebenarannya.[3]

Beliau juga mengatakan bahwa penafsiran itu sangat sesuai dengan ayat surah Thaha yang menyebutkan beberapa permohonan Nabi Musa as.–sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya-.

Apa yang disebutkan Muthahhari didukung oleh beberapa riwayat yang disabdakan para Imam suci Ahlulbait as. dari jalur Syi’ah, dan juga oleh riwayat-riwayat dari jalur Ahlusunnah.

  1. Al Qummi meriwayatkan dari Imam Ja’far as., beliau menjelaskan,”Jika kamu selesai dari (menjelaskan perkara kenabian) maka angkatlah Ali as. (sebagai khalifahmu), dan hanya kepada Tuhanmu-lah kamu berharap dalam masalah ini.[4]
  1. Dalam kitab Ta’wilul-Ayat disebutkan sebuah riwayat dari Imam Ja’far as. tentang ayat ini, “Ketika Rasulullah saw. sedang menunaikan haji, maka turunlah ayat tersebut; Jika kamu selesai melaksanakan ibadah haji maka angkatlah Ali as. sebagai Imam bagi umat manusia”.[5]

Allah SWT  memerintah Nabi-Nya untuk menjelaskan masalah shalat, zakat, puasa dan haji kemudian setelah selesai semua beliau diperintahkan agar mengangkat Ali sebagai washinya.

Mulla Al Faidh al Qasyani berkata, “Yang dapat disimpulkan dari riwayat-riwayat itu bahwa kata: فانصب berasal dari kata نصب (dengan dibaca kasrah huruf shadnya) yang berarti mengangkat. Maka arti ayat itu sebagai berikut,”Jika kamu selesai menyampaikan risalah dan hukum Allah, maka angkatlah seorang sebagai mercusuar hidayahmu bagi manusia, dan dudukkan ia sebagai khalifahmu, agar ia menduduki kedudukanmu sepeninggalmu, agar petunjuk dan risalah (yang menyambungkan) antara Allah dan hamba-hamba-Nya tidak terputus, namun tetapi terus berlanjut dan tegak dengan tegaknya seorang imam sampai hari kiamat.[6]

Tafsiran di atas didukukng juga oleh riwayat-riwayat shahih!

Dan dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali as. juga menegaskan bahwa Rasulullah saw. telah meninggalkan bagi umatnya apa yang pernah ditinggalkan para nabi sebelumnya yaitu syari’at yang terang dan pemandu umat yang akan memberi hidayah kepada jalan kebenaran.

Imam Ali as. bersabda: “Dan Nabi saw. telah meninggalkan pada kalian apa yang telah ditinggalkan para nabi pada umat mereka, mereka (umat) tidak dibiarkan tanpa jalan yang jelas (syari’at) dan tanda yang tegak (para washi penerus mereka).” [7]

(Bersambung)

________________

[1] Demikian dijelaskan dalam tafsir Mizan,20/315, Sayyid Muhammad Husain Fadlullah, Min Wahyil-Qur’an, 24/365 dan Syahid Muthahhari, Malhamah Huseiniyah,1/270.

[2] Majma’ al Bayan jilid 7 juz 10 hal 508.

[3] Malhamah Husainiyah 1/271, 273.

[4] Tafsir al-Qummi,2/428-429.

[5] Ta’wil al-Ayat,2/812.

[6] Tafsir ash Shafi,5/344.

[7] Nahjul Balaghah khutbah ke 1, denga Syarah Ibnu Abi al Hadid al Mu’tazili, 1/38.

Pos ini dipublikasikan di Bukti-bukti Imam Ali as. Dalam Al Qur'an, Kajian Qur'ani, Renungan Al Qur'an, Tafsir Tematik. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar