Renungan Tujuh Ayat Terakhir Surah al Hasyr [2]

Perhatian Imam Khumaini QS dan Para Urafa’ Terhadap Tujuh Ayat Terakhir Surah Al Hasyr

Seperti telah disebutkan di awal makalah ini wasiat Imam Khumaini qs untuk Sayyid Ahmad; putra beliau agar ia selalu melazimkan membaca mutiara-mutiara ayat-ayat surah al Hasyr dengan perenungan mengingat di dalamnya penuh dengan plajaran berharga dan makna-makna yang sangat mendalam, maka beliau mulai menyebutkan secara ringkas rahasia yang terkandung pada ayat pertama dari rangkaian ayat-ayat akhir surah al Hasyr itu, tepatnya ayat 18 darinya. Beliau menfokuskan perhatiannya pada ayat tersebut dengan menyajikan lima asumsi makna yang satu dengan tidak saling bertentangan, namun memang demikianlah watak teks suci Al Qur’an al Karîm, ia dengan redaksi yang singkat mampu menghimpun makna-makna yang sangat luas dan mendalam.

Lima Lapis Makna Ayat Tentang Siapa Yang Diajak Bicara Allah SWT

Pertanyaan yang dimunculkan di sini, mengingat ia memuat perintah-perintah yang akan membawa kebaikan dan kebahagian bagi orang yang mematuhinya, maka muncullah pertanyaan: “Siapakah yang menjadi sasarn khithâb Ilahi dengan firman-Nya:

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah.. “

Yang dengan mengetahuinya dapat dimengerti apa dan bagaimana perintah-perintah: ‘Bertaqwaalah kepada Allah’ dan ‘hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)’ itu dapat dimaknai.

Asumsi Makna Pertama: Mungkin saja khithâb/pembicaraan dalam ayat di atas dialamatkan kepada mereka yang telah meraih tingkat pertama keimanan, seperti imannya kaum awam/kebanyakan orang.

Maka atas dasar itu maka perintah agar bertaqwa di situ adalah perintah agar merealisasikan tingkat pertama ketaqwaan yaitu: Menjauhkan diri dari perkara-perkara yang menyalahi hokum-hukum dzahir/lahriah Tuhan. Jadi fokus perintah dalam ayat di atas menunjuk kepada amal-amal dzahir.

Berdasarkan asumsi di atas, maka maksud ayat: ‘hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)’ agar peringatan dan mengingatkan akan akibat/tanggung jawab dari amal perbuatan kita. Sebab apapun yag kita perbuat di alam dunia ini ia akan hadir dengan wujud yang sesuai dengan keberadaan d alam lain [akhirat]. Dan telah datan banyak ayat dan hadis yang mendukung makna ini.[1]

Pelajaran Penting!

Pelajaran penting yang harus segera diambil adalah seperti apa ang dituturkan Imam Khumaini qs.: “Sesungguhnya memikirkan perkara ini dengan serius cukup bagi hati yang jaga/tidak tertidur, bahkan akan membangkitkan hati-hati yang punya kesiapan [untuk sadar]. Sebagaimana ia dapat menjadi kunci pembuka bagi jalan untuk mencapai tingkatan-tingkatan lain dan maqam-maqam yang lebih tinggi dan mulia. Sepertinya diulanginya perintah agar bertaqwa untuk menguatkan perintah pertama, walaupun ada asumsi lain tentang diulanginya perintah agar bertaqwa dalam ayat di atas.[2]

Adapun potongan ayat:

  إِنَّ اللَّهَ خَبيرٌ بِما تَعْمَلُونَ

“sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Adalah peringatan baru bahwa amal-amal kalian tidak akan da yang samar sama sekali di sisi Tuhan Dzat Yang Maha Haq, sebab seluruh alam ini hadis di sisi-Nya.”[3]

Demikianlah ayat yang sangat ringkas ini ternyata adalah obat penggugah yang akan membangkitkan kesadaran hati-hati yang siap mendengar arahan Tuhan dengan telinga bathinnya.

Semoga hati-hati kita dijadikan hati yang akan tersadarkan oleh seruan Al Qur’an al Karîm.

Insya Allah kita akan bertemu kembali dalam lanjutan uraian Imam Khumaini qs tentang rahasia di balik ayat di atas.

(Bersambung)

______________

[1] Seperti ayat:

يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ ما عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَراً

“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebaikan dihadapkan (di mukanya).” (QS. Âlu Irmân;30 )

Dan:

وَ وَجَدُوا ما عَمِلُوا حاضِراً وَ لا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً

“… dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan itu hadir. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (QS. Al Kahfi;49)

dan masih banyak lagi ayat-ayat senada.

[2] Seperti telah diterangkan pada bagian awal makalah ini.

[3] Fahmul Qur’an; Jawad Ali Kassâr:660 menukil dari al Madzâhir ar Rahmâniyah:65.

Pos ini dipublikasikan di Kajian Qur'ani, Renungan Al Qur'an, Tafsir Tematik. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar