Edisi Special Bulan Al Qur’an: Rahasia-rahasia Nama-nama & Sifat-sifat Al Qur’an [2]

Rahasia-rahasia Nama-nama & Sifat-sifat Al Qur’an [2]

  • Al Kitâb

Nama kedua kitab suci terakhir yang Allah SWT turunkan untuk umat manusia sebagai pedoman hidup dan kehidupan mereka adalah Al Kitâb.

Allah SWT. berfirman:

الم *ذَلِكَ الكتابُ لا رَيْبَ فِيْهِ

“Alif Lam Mim* Kitab (Al quran) ini tidak ada keraguan didalamnya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS:2;1-2)

Kata Kitâb, bentuk jama’nya ialah كُتُبٌ adalah masdar (kata dasar) dari kata kerja: كَتَبَ- يَكْتُبُ-كِتابَةً yang artinya dasarnya ialah mengumpulkan. Penulisan   dalam bahasa Aran disebut kitaabah karena ia adalah mengumpulkan huruf-huruf dengan tulisan, dan terkadang dipakai untuk kata-kata yang terangkum dalam ucapan.

Rahasia Di Balik Nama Al Kitâb

Kata Al katbu artinya menggabungkan huruf-huruf dengan tulisan. Asal makna kata Kitâb ialah lembaran beserta yang tertulis di dalamya.[1]  Allamah M.H. Tabathaba’i menegaskan bahwa makna kitâb sesuai opini kita sekarang ialah lembaran yang di tetapkan didalamnya beberapa makna (pemikiran) melalui tulisan pena atau alat cetak atau lainnya, akan tatapi penganggapan dalam penggunaan nama ialah berdasarkan tujuannya oleh karenanya dibolehkan memperlebar penggunaan nama-nama tidak sesuai dengan yang dinamai pada awal penetapannya[2].

Tujuan dari Al Kitâb ialah menetapkan sekelompok makna (pemikiran) sekira seseorang dapat menghadirkannya setiap kali ia merujuknya. Pengertian ini tidak meniscayakan adanya penuLisân   tangan dengan pena di atas kertas, sebagaimana apa yang ada dalam ingatan (benak) seseorang apabila ia menghafalnya juga disebut kitâb dan apabila ia mendektekannya dari hafalannya juga di sebut kitâb, walaupun tidak ada disana lembaran-lembaran yang berisikan tulisan   dengan pena yang biasa di pakai.[3]

Kata Al Kitâb dalam nama Al qur’an ialah bentuk mashdar (tulisan) yang bermaknakan isim maf’ul (yang tertulis) Al Maktûb.

Ditegaskan juga oleh Thabathaba’i, bahwa berdasarkan perluasan penggunakan kata Al kitâb, kata tersebut dalam firman Allah SWT.digunakan untuk tiga makna:

Pertama: wahyu tang dilontarkan kepada seorang Nabi, khususnya jika ia memuat syari’at dan perintah. Masuk dalam pengertian ini kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi as. seperti Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa  dan Nabi Muhammad saw.

Kedua: kitab yang mencatat amal baik dan buruk manusia. Diantaranya ada yang khusus untuk masing-masing orang dan ada yang untuk umum semua manusia. Atau ada juga yang khusus untuk orang-orang baik dan khusus untuk orang-orang jahat.

Ketiga: kitab yang mencatat rincian kejadian alam wujud, di antaranya ada yang telah ditatapkan dan ada yang masih digantungkan dan dapat mengalami perubahan.                                 

 Munâsabah Penamaan:

Dengan memeperhatikan pernyataan Allamah Thabathaba’i di atas dapat difahami munâsabah penamaan Al qur’an dengan Al Kitâb ialah dikarenakan Al qur’an adalah kalimat-kalimat suci yang memiliki keserasian yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Dan sekali lagi kami tegaskan bahwa hal itu tidak meniscyakan ia diturunkan dalam bentuk kitab dengan lembaran-lembaran kertas yang dilengkapi dengan sampul, milsalnya. Jadi ayat-ayat seperti yang kami sebutkan di atas merujuk pada makna di atas, bukan pada lembaran-lembaran kertas dan goresan tulisan   sebab itu semua termasuk yang dapat berubah. Maksud kata Al Kitâb ketika disebut ialah kumpulan surah-surah dan ayat-ayat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. dan dinukil generasi demi generasi melalui hafalan dan catatan. Dengan kata lain, Al qur’an memiliki dua dimensi wujud: pertama: wujud nafsi, kedua: wujud katbi. Wujud katbi Al qur’an ialah gambar huruf dan harakat yang dituliskan di atas lembaran-lembaran atau dihafal dalam benak. Sedangkan yang dimaksud dengan Kitab ini tidak ada keraguan didalamnya, kebenaran Al qur’an dll. adalah menyangkut wujud nafsi Al qur’an. Al qur’an pada awal masa penurunannya tidak berbentuk sebuah kitab, ia turun secara berangsur dan setelahnya baru ditulis dalam lembaran-lembaran, seperti dikuatkan oleh ayat:

وَ لَوْ نَزَّلْنَا عليكَ كتاباً فِيْ قِرْطاسٍ فَلَمَسُوْهُ بِأيْدِيْهِمْ لَقالَ الذين كَفَرُوا إنْ هذا إلاَّ سِحْرٌ مُبِيْنٌ.

“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tuLisân   di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan meraka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”. (QS:6;7)

Dalam analisa Sayyid Muhammad Baqir Al Hakîim ra[4], rahasia penamaan dengan Al Kitâb ialah sebagai isyarat kuat adanya ikatan antara kandungan-kandungannya dan kesatuan arah dan tujuannya sehingga ia dapat disebut sebagai sebuah kitab. Dari sisi lain nama ini mengisyaratkan akan terkumpulnya kitab ini dalam lembaran-lembaran, karena pengertian kitâbah ialah rangkuman huruf-huruf dan penuLisân lafadz (yang diucapkan)[5].

Syeikh Abdullah Daraz menjelaskan filosofis penamaan tersebut dengan mengatakan: diperhatikan dalam penamaannya dengan Al qur’an sebab ia terbaca dengan lisan  sebagaimana diperhatikan dalam penamaannya dengan Al Kitâb karena ia tertulis dengan pena. Kedua penamaan itu sesuai dengan realitanya.

Dan dalam penamaannya dengan dua nama itu terdapat isyarat bahwa sudah seharusnya ia diberi perhatian dengan menjaganya dalam dua tempat itu (hafalan dan tulisan_pen) bukan hanya pada satu tempat. Yang saya maksud ialah ia harus dijaga dalam dada dan dalam tulisan   …[6]

Sementara dalam pandangan as-Suyuthi, alasan penaman itu ialah dikarenakan Al qur’an merangkum berbagai macam ilmu, kisah dan berita-berita dengan sebaik mungkin.[7]

 ______________

[1] Mu’jam Alfadz Al quran:440.

[2] Ini adalah sebuah kaidah penting dalam penafsiran, untuk menghindarkan dari kesalahan fatal dalam memahami ayat-ayat Al qur’an. Sebagai contoh lain, kata mizân (timbangan\neraca), ia tidak mesti menunjukkan arti timbangan dengan bentuk tertentu pada awal penggunaan kata ini, akan tetapi yang menjadi tolok ukur pemaknaan ialah kegunaan dan fungsi mizaan itu, yaitu untuk menimbang dan mengukur, jadi kata mizaan dapat di pakai untuk menunjukkan alat ukur dalam bentuk apapun walaupun ia berbeda bentuk dengan yang pakai pada awal penggunaan kata tesebut. Begitu jga dengan contoh kata mishbah (lampu), ia tidak hanya memberikan arti lampu dalam bentuknya yang sangat primitive sesuai dengan awal penggunaan kata tersebut, sehingga kalau kita menggunakannya untuk arti lampu listrik sekarang berarti itu penggunaan majazi bukan makna asli yang hakiki. Ia tetap masih dengan makna hakiki sebab tujuan penggunaan kata mishbah adalah untuk menunjukkan alat penerang. Mamang di awal penggunaannya tertuju pada bentuk tertentu yang ada saat itu. Dan demikian seterusnya. Lebih lanjut perhatikan ulasan Sayyid M.H. Thabathaba’i dalam Mizân :7\260 tentang makna Al Kitab dalam Al qur’an.

[3] Tafsir Mizân :7\260.

[4] Beliau adalah Presiden Al Majlis Al A’la Revolusi Iraq (sebuah gerakan oposisi terhadap rezim Tiran Saddam) yang gugur syahid dalam serangan bom mobil seusai memimpin shalat Jum’at di masjid Jami’ kota Najaf.

[5] Ulumul Qur’an; Muhammad Baqir Al Hakim:18. cetakan Majma’ Al Fikri Al Islami Iran.

[6] An-Naba’ Al ‘Adzim:12-13. cetakan Dar Al Qalam, Kuwait.

[7] Al Itqan:1\67.

Pos ini dipublikasikan di Enklopedia Nama-nama Al QUr'an, Kajian Qur'ani, Kuliah Ulumul Qur'an. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar