Edisi Special Bulan Al Qur’an: Rahasia-rahasia Nama-nama & Sifat-sifat Al Qur’an [1]

Rahasia-rahasia Nama-nama & Sifat-sifat Al Qur’an [1]

Petunjuk Nama dan Istilah

Istilah yang biasa dipergunakan para pengkaji memiliki kandungan dan konsep yang harus dikaji dalam kerangka pemikiran yang ia bersandar padanya dan atas dasar itu fenomena dan peristiwa harus dijabarkan agar dapat menemukan kesimpulan yang di inginkan.

Tidaklah benar menerima istilah tertentu tanpa memperhatikan nilia-nilai pemikiran yang dijadikan acuan. Kata “kebebasan”, “keadilan”dan “kebenaran”mislanya, berbeda konsep Islam tentangnya dengan konsep-konsep pemikiran lain.

Berdasarkan hal di atas, tidaklah benar mengadopsi istilah dari sebuah pemikiran untuk pemkiran lain yang berbeda dengannya dalam dasar akidah dan filosofis syari’atnya. Adalah sebuah kesalahan kita mencari konsep taqwa misalnya dalam pemikiran Sosialis, atau konsep demokrasi dalam pemikiran Islam.

Yang mengherankan ialah usaha sementara kalangan mengadopsi untuk Islam istilah-istilah pemikiran yang asing dari dasar-dasar pemikirannya. Mungkin yang memotifasi mereka adalah:

  • Menyajikan Islam (itu jika kita berbaik sangka). Dan ini adalah cara yang keliru, sebab mensifati atau menamakan Islam dengan sifat dan atau nama yang asing darinya sama artinya dengan menghapus panji-panji pemikirannya, mencoreng kebenaran dan dimensi tasyri’iah Karena Islam dengan kebenarannya yang murni tanpa butuh sifat tambahan dari luar telah mampu memikat hati bangsa-bangsa dan mengatur masyarakat manusia apabila ajaranya muncul dengan benar dan pemikiran serta konsep cemerlangnya tampak dengan sempurna bagi umat manusia. Dan bukti hal itu ialah bahwa Islam telah mampu hidup dalam alam nyata sepanjang masa dakwah kenabian.
  • Mengusir pemikiran Islam (itu jika kia berburuk sangka) dengan menyebar-luaskan pemikiran dan istilah-istilah asing dan mengecat Islam dengannya, dengan tujuan melupakan umat dari pemikiran Islam yang orisinil dan menyeretnya kepada sesuatu yang tidak mempunyai kaitan dengannya sedikitpun dengan cara yang memikat. Dengan demikian umat terseret kepadanya tanpa disadari dengan alasan bahwa istilah itu telah popular dan tidak menyalahi inti ajaran Islam!!

Penggunaan istilah itu terkait dengan tujuan yang karenanya istilah itu dipergunakan, dan jika kita mengetahui demikian akan jalaslah bagi kita rahasia pemilihan Allah SWT. untuk kitab suci-Nya nama yang berbeda dengan yang biasa di pergunakan orang-orang Arab dalam menamakan ucapan atau kumpulan hasil karya mereka. Mereka biasa menamakan total himpunan ucapan mereka dengan nama diwaan, bagian dari diwaan dinamai qashidah dan bagian-bagian dari sebuah qashidah dinamai bait dan penghujung setiap bait dinamai Qafiyah. Andai Al qur’an  dimanai Diwaan, surah-surahnya dimanai Qashidah dan ayat-ayatnya di namai bait dan akhiran setiap ayat dinama Qafiyah, maka itu artinya Islam membenarkan istilah Jahiliah dan berjalan sesuai dengan tradisi yang berlaku sebelumnya. Akan tetapi kendati Al qur’an turun dengan bahasa Arab kita mendapatkannya menempuh jalan lain dalam penggunaan istilah yang sesuai dengan konsep, nilai-nilai dan pemikiran yang dibawanya. Islam menggunakan istilah sesuai dengan tujuan yang dikehendakinya dan petunjuk-petunjuk serta nilai-nilai khas yang terkandung di dalamnya.

Dan perhatian dalam menetapkan nama-nama dan istilah tertentu untuk Al qur’an bersejalan dengan garis besar Islam dalam menetapkan cara baru dalam mengekspresikan konsep yang dibawanya.

Mengutamakan pembentukan istilah-istilah baru dari pada bertumpu pada ungkapan-ungkapan yang popular beredar pada oponi masyarakat jahiliah di kerenakan dua faktor:

Pertama: kata-kata yang merakyat pada opini jahiliah sulit dapat mewakili makna islami dengan amanat, sebab ia lahir dari pemikiran jahilaih dan kebutuhan-kebutuhannya, oleh karenanya ia tidak layak mengekspresikan konsep yang dibawa Islam yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pemikiran jahiliah.

Kedua: pembentukan istilah-istilah baru tertentu yang khas islami akan dapat membantu membetuk ciri dan corak khas islami dan sekaligus sebagai ciri pembeda yang membedakan kultur islami dari yang lainnya.

 Nama-nama dan Sifat Al Qur’an

Nama-nama dan sifat-sifat yang ditetapkan untuk Al qur’an  adalah sebaik-baik pengungkap hakikat, fungsi dan keagungan peran Al qur’an . Para ulama telah menyebutkan banyak nama dan sifat Al qur’an  yang tertera dalam Al qur’an  sendiri dan kemudian mengulas kaitan penamaan tersebut dengen Al qur’an .

Al Fakhru Ar-Razi mengatakan: Ketahuilah bahwa nama-nama Al qur’an itu banyak sekali. Kemudian beliau menyebutkan tiga puluh dua nama berikut alasan penamaannya.[1]

Az-Zarkasyi dalam kitab Al Burhân-nya mengatakan, “Al Harrali telah menulis satu jilid buku tentang nama-nama Al qur’an , ia menghitungnya hingga sembilan puluh sekian nama. Al Qadhi Abul Ma’ali Azizi ibn Abdil Malik berkata, ‘Ketahuilah bahwa Allah telah menamakan Al qur’an  dengan lima puluh lima nama …’ ” . kemudian ia menyebutnya satu persatu dengan dilengkapi ayat yang menunjukkannya.[2]

Dalam pernyataan di atas terdapat pencampur-adukan antara nama dan sifat, dimama tidak dibedakan antara keduanya. Banyak di antara yang beliau sebut sebagai nama namun pada hakikatnya ia adalah sifat dan keistimewaan Al qur’an  bukan nama.

Munâsabah

Dalam tinjauan bahasa, munâsabah bermaknakan kesesuian dan kaitan. Setiap nama atau sifat Al qur’an  memiliki kesesuaian dengan esensi dan kandungan kitab suci ini, sifat Al Hakîim yang dimiliki Al qur’an misalnya merujuk pada kekokohan susunannya dan kandungannya yang penuh hikmah dan pelajaran. Demikian dengan sifat an-Nûr, sebab penglihatan -meski mata masih berfungsi- tidak akan sempurna tanpa bantuan cahaya, akal sehat meski memiliki daya kemampuan menjangkau dan memahami akan tetapi ia tidak akan mampu menjangkau banyak hal kecuali dengan bantuan dan bimbingan wahyu Allah; Al qur’an  ini. Dan demikian dengan nama dan sifat lainnya sebagaimana akan kita pelajari bersama nanti.

  • Empat Nama Utama Al qur’an

Dalam Al qur’an  kita dapat menemukan empat nama utama Al qur’an  yang sering disebut, yaitu Al qur’an  sendiri, Al Kitab, Adz-Dzikr dan Al Furqan.

Di bawah ini akan kami ulas nama-nama mulia tersebut:

  • Al qur’an :

Allah SWT. berfirman:

لَوْ أنْزَلْنَا هَذَا القُرْآنَ على جَبَلٍ لَرَأيْتَهُ خاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ , و تِلْكَ الأمْثالُ نَضْرِبُها لِلناسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ.

“Kalau sekiranya Kami turunkan Al qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpeecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”. (QS:59;21)

إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيْمٌ .

“Sesungguhnya Al qur’an ini adalah bacaan yang mulia”.(QS:56;77)

و مَا كانَ هَذَا القُرْآنُ أنْ يُفْتَرَى مِنْ دُونِ اللهِ وَلَكِنْ تَصْدِيْقَ الّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَ تَفْصِيْلَ الْكِتابِ لاَ رَيْبَ مِنْ رَبِّ العلمينَ.

“Tidaklah mungkin Al qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS:10;37)

Ia adalah nama kitab suci ini yang paling masyhur. Nama ini disebut dalam ayat-ayat Al qur’an sebanyak enam puluh tujuh kali, dan dalam ayat-ayat tersebut kata Al qur’an yang dimaksud adalah nama kitab suci Al qur’an Al Karim, oleh karenanya tidak perlu lagi disebutkan satu persatu ayat-ayat tersebut.

 Munâsabah Penamaan:

Tentang makna nama ini dan akar katanya para ulama berbeda pendapat sebagaimana berikut:

  • Al qur’an adalah nama khusus untuk firman Allah SWT. yang tidak diambil dari akar kata tertentu seperti Taurat dan Injil. Dan ia dibaca tanpa menampakkan huruf hamzahnya: Alquraan. Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari Imam Syafi’i, seperti dikutip Al Khathib[3], Al Baihaqi dll. Ibnu Katsir[4]membacanya tanpa hamzah[5].Pendapat ini dipilih oleh Jalaluddin as-Suyuthi dalam Itqan-nya walaupun ia tidak menyebut alasan tentangnya, ia berkata: dan pendapat yang terpilih menurut saya dalam masalah ini  ialah apa yang ditegaskan asy-Syafi’i.[6]
  • Kata Al qur’an berasal dari kata dasar Qarana yang artinya: menggabungkan, sebab di dalam Al qura’n, surah-surah, ayat-ayat dan huruf-huruf digabungkan dan dirangkai. Dan kerena sebab yang sama praktik menggabungkan antara haji dan umrah dinamakan haji Qiraan. Pendapat ini diyakini oleh Al Asy’ari.[7]
  • Kata Al qur’an berasal dari kata Qara’in bentuk majmu’ dari kata Qarinah. Dalam bahasa ia bermakna bukti. Dan munâsabah penamaan dengannya ialah bahwa ayat-ayat Al qur’an saling membenarkan dan saling serupa, jadi ia (ayat-ayat itu) adalah qara’in. ini adalah pendapat yang diyakini oleh Al Qurthubi, sebagaiaman dikutip az-Zarkasyi[8].

Pendapat ini dianggap lemah sekali oleh az-Zajjaj, sebab ia menyalahi asal pengambilan kata.

Inilah tiga pendapat tentang asal kata Al qur’an . Dan ia dari sisi bahasa adalah lemah, sebab anggapan bahwa huruf nuun pada akhir kata tersebut adalah nuun asli dari kata dasarnya adalah angapan yang lemah dan tidak berdasar, oleh karenanya pendapat-pendapat di atas adalah penyalahi kaidah isytiqaq (pengambilan akar kata), demikian ditegaskan az-Zarqani dalam Manahil-nya[9].

  • Kata Al qur’an berasal dari kata dasar qara’a(قَرَاَ ) dengan makna menghimpun dan mengumpulkan. Kata Al qur’an adalah kata sifat mengikuti wazan (bentuk) Fu’laan diambil dari kata dasar Al Qur’u dengan arti Al Jam’u (mengumpulkan), seperti contoh: قَرَأْتُ الماءَ فِي الحَوْضِ (saya mengumpulkan air di dalam telaga).

Menurut Abu Ubaidah, munâsabah pemanaan kitab suci terakhir ini dengan Al qur’an ialah karena ia mengumpulkan surah-surah, satu dengan lainnya.[10] Sementara dalam hemat ar-Raghib Al Ishfahani- pakar bahasa dan penulis kamus besar Al qur’an- ialah karena Al qur’an telah merangkum semua sari pati kitab-kitab suci terdahulu, bahkan ia merangkum semua intisari ilmu. Kemudian beliau mendukungnya dengan beberapa ayat Al qur’an.[11]

Sedangkan dalam pandangan Ibn Al Atsir, ia dinamai Al qur’an di karenakan menggabungkan antara kisah-kisah, perintah dan larangan, janji dan ancaman, dan antara surah-surah dan ayat-ayat.[12]

Doktor Daud Al ‘Aththar berkomentar: Munâsabah penamaan dengannya ialah karena Al qur’an merangkum hukum-hukum yang pernah di berlakukan pada umat terdahulu, berita-berita tentang mereka. Ia menggabungkan antara kelembutan syair dan kekokohan prosa yang indah. Menggabungkan antara dasar-dasar akidah, prinsip-prinsip akhlak dan hukum-hukum praktis, dan ia menggabungkan bagi yang berpegang teguh dengannya kebaikan dunia dan akhirat. Al qur’an meggabungkan antara tuntutan biologis dan ruhaniah manusia, dan demikianlah seterusnya… [13].

  • Al qur’an berasal dari kata kerja يَقْرَاُ- قِراءَةً و قُرْىناً- قَرَاَ dengan arti membaca. Kata Al qur’an adalah masdar (kata dasar) yang diterjemahkan dengan: bacaan, akan tetapi ia disini digunakan dengan arti isim maf’ul (kata benda yang dikenai pekerjaan): مَقْرُوْءٌ ( yang dibaca).

Pendapat ini selain sesuai dengan arti bahasa, ia juga didukung oleh sebuah ayat Al qur’an yang menetapkan penggunaan kata قُرْآن dengan arti bacaan bukan mengumpulkan atau menghimpun.

Allah SWT. berfirman:

إنَّا عَلَيْنَا جَمْعَهُ و قُرْآنَهُ* فَإذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ

“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkan Al qur’an  dan membacanya* Apabila Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu”. (QS:75;17-18)

Kata قُرْآنَه  dalam dua ayat di atas tidak mungkin dapat diartikan mengumpulkan atau menggabungkan, sebab kata جَمْعَه yang disebut sebelumnya bermaknakan mengumpulkan. Jadi kalau ia juga diartikan mengumpulkan maka akan ada dua kata dengan arti yang sama disebut bersamaan, dan itu tidak benar, sebab arti ayat itu menjadi demikian: “Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkan Al qur’an  dan mengumpulkannya”.

Dengan demikian makna ayat di atas demikian: Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkan Al qur’an  di dadamu –wahai Muhammad sehingga tidak satupun ayat darinya yang akan terlupakan, dan membacanya menetapkan bacaannya melalui bacaan Lisân  mu. Kata Al qur’an dan Al Qira’ah adalah sama-sama bentuk masdar.[14]

Adapun munâsabah penamaannya atas dasar makna di atas ialah adanya isyarat akan terjaganya kitab suci terakhir ini dalam dada-dada para pembacanya dan melalui bacaan para pembaca, sebab pada pembacaan terkandung jaminan penjagaan dan memperbanyak nash.

Allah SWT. akan selalu memelihara kitab suci-Nya dengan mengerahkan semangat pecintanya untuk membacanya dan mengahafalnya.

 Catatan:

Para ulama’ mengatakan, ketika kata Al qur’an disebut, ia dapat berarti keseluruhan Al qur’an mulai awal surah Al Fatihah hingga akhir surah an-Naas, sebagaiamana dapat dimaksudkan sebagaian darinya walaupun hanya satu ayat.[15] Hal ini penting di ketahui mengingat ada kaitannya dengan beberapa hukum, seperti dalam hukum yang terkandung dalam ayat:

وَ إذَا قُرِئَ القُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَ أَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ .

“Dan apabila dibacakan Al qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.(QS:7;204).

Perintah yang tertera dalam ayat di atas tidak hanya khusus dalam keadaan apabila Al qur’an dibaca secara keseluruhan, namun perintah itu harus dilaksanakan walau yang dibaca hanya satu ayat dari Al qur’an.

_________________

[1] Tafsir Mafâtih Al Ghaib:I\2\15-20, ketika menafsirkan ayat 2 Surah Al Baqarah.

[2] Az-Zarkasyi; Al Burhân Fi Ulûmil Qur’an: Nau’ (macam) ke XV\1\343. (Dar Al Fikr, Bairut). Penulis berkata: Mungkin akan lebih tepat jika jumlah sebanyak itu bukanlah kesemuanya nama-nama Alqur’an, ia adalah sifat dan kekhususannya

[3] Al Khathib, nama lengkapnya Ahmad ibn Ali ibn Tsabit Al Baghdadi, Abu Bakar. Salah seorang ahli hadis dan sejarawan Islam kenaman. Lahir:392 H wafat:463H. diantara karya-karyanya: Tarikh Baghdad, Al Bukhala’, Al Kifayah Fi ‘Ilmi ad-Riwayah, Al Jami’, Al Asmaa’ Wa Al Alqaab, dan lain-lain. (Lihat: Thabaqat asy-Syafi’iah:3\12, an-Nujuum az-Zahirah:5\87, Tarikh Ibn ‘Asakir:1\398 dan Al A’lâm:1\172).

[4] Ibnu Katsir nama lengkapnya Abdullah ibn Katsir ad-Daari Al Makki, Abu Ma’bad, satu dari tujuh Imam Qira’at, ia pernah menjadi Qadhi (jaksa) kota suci Mekah, wafat tahun:120H. (lihat: Wafayaat Al A’yaan:1\250 dan Al A’lâm:4\115).

[5] Al Burhân:1\347-348 dan Al Itqân:1\nau’ keXVII\67.

[6] Itqân:1\68.

[7] Ibid.

[8] Al Burhân:1\349.

[9] Manâhil Al ‘Irfân Fi Ulûmil Qur’an:1\14.

[10] Al Burhân:1\348 dan Itqân:1\68.

[11] Mu’jam Mufradât Al qur’an:414, Al Burhân:1\348 dan Itqân:1\68.

[12] Dirasat Fi Ulûmil Qur’an ; penulis:pasal II\3.

[13] Mûjaz  Ulûmil Qur’an:43.

[14] Baca kitab-kitab tafsir, seperti: tafsir Ibnu, Fathu Al Qadîr, Mizân dll.

[15] Manâhil Al ‘Irfân:1\22-23

Pos ini dipublikasikan di Enklopedia Nama-nama Al QUr'an, Kajian Qur'ani, Kuliah Ulumul Qur'an, Tafsir Tematik. Tandai permalink.

Satu Balasan ke Edisi Special Bulan Al Qur’an: Rahasia-rahasia Nama-nama & Sifat-sifat Al Qur’an [1]

  1. abiarjuna berkata:

    Siiip lanjut kajiannya, jgn hiraukan gonggongan kaum sawah, biasanya kaum sawah itu komen2 tnp ilmu hikhikhik

    ____
    Kami:
    Terima kasih atas dukungannya.
    Mohon doanya.

    Suka

Tinggalkan komentar