Tema-tema Penting Ulûmul Qur’an [7]: Ayat-ayat dan Surah-surah Al Qur’an

Trma-tema Penting Ulûmul Qur’an [7]: Ayat-ayat dan Surah-surah Al Qur’an

Defenisi Ayat

Secara bahasa kata ayaat berartikan tanda, adapaun secara defenitif ialah sebagian dari firman Allah dalam Al Qur’an yang memiliki awalan dan akhiran yang terangkum dalam sebuah surah.

Cara Mengenal Ayat

Tidak ada cara untuk mengenal apakah potongan firman Allah ini atau itu adalah sebuah ayat kecuali dengan cara tauqifi; penunjukan dari wahyu melalui Nabi Muhammad saw., tidak ada jalabn bagi qias atau pendapat pribadi untuk menentukannya, ia murni ditentukna Allah SWT.

Penyusunan Ayat-ayat

Hampir disepakati oleh para pakar bahwa penertiban dan penyusunan ayat-ayat pada tempatnya dalam mushaf-mushaf seperti kita saksikan sekarang ini adalah hasil penentuan dari Rasulullah saw. dengan dasar wahyu, tidak ada ruang bagi pendapat pribadi atau ijtihad di dalamnya.

Rasulullah saw. mengajarkan ayat-ayat Al Qur’an kepada para sahabat beliau dan sekaligus menentukan untuk mereka tempat masing-masing ayat dalam surah.

Abu Ja’far berkata: “Penyusunan ayat-ayat dalam surah-surahnya terjadi atas dsar tauqifi (penentuan) dan perintah Nabi saw., tiada perselisihan diantara kaum Muslim dalam masalah ini.”[1]

Jalaluddin as Suyuthi berkata: “Ijma’ dan nas-nas yang banyak menunjukkan bahwa penertiban ayat-ayat adalah tauqifi tiada syubhat dalam hal itu… .” (kemudian ia menyebutkan beberapa nas tentangnya).[2]

Para ulama dan pakar mendasarkan pendapat pada nas-nasa tertentu. Nas-nasa titu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, dibawah ini akan saya sebutkan sebagian darinya:

Nas-nas Kelompok Pertama:

Nas-nas yang menunjukkan bahwa Nabi saw. telah menyebut ayat-ayat tertentu bahwa ia adalah akhir atau awal dari surah ini atau itu.

  1. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu darda’ bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa menghafal sepuluh ayat terakhir dari surah Al-Kahfi maka ia akan dijaga dari dajjal.”

Dalam redaksi lain: “Barang siapa membaca… .” [3]

  1. Dari Anas dari Rasulullah saw., beliau bersabda: Barang siapa membaca akhir surah al-Hasyr lalu ia mati pada hari itu atau malam itu maka semua kesalahan yang ternah ia lakukan akan diampuni.[4]

Nas-nas Kelompok Kedua:

Nas-nas yang menunjukkan bahwa peletakan ayat-ayat pada tempatnya masing-masing itu terjadi atas perintah Nabi saw., beliau mengatakan,letakkan ayat ini pada tempat ini dari surah itu, dan demikianlah.

  1. Anas bercerita, kami (para sahabat) merangkai ayat-ayat Al Qur’an dari riqa’.
  2. Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: “Adalah Rasulullah jika turun kepada beliau sebuah surah, beliau memanggil sebagian daripara penulis wahyu dan bersabda: ‘Letakkan surah (ayat) ini pada tempat yang disebut didalamnya masalah begini.'”[5]

 Nas-nas Kelompok Ketiga:

Nas-nas yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw.membaca surah ini dan itu, hal mana menunjukkan bahwa surah itu telah ada dimasa beliau saw. dengan susunan ayat-ayatnya yang rapi seperti sekarang.

  1. Dari al-Bara’ ibn ‘Azib ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw. membaca surah al- Tin wa al-Zaitun dalam shalat isya’. Dan aku tidak pernah mendengar bacaan yang lebih merdu suaranya dari beliau saw.”[6]
  2. dari Aisyah, ia berkata: “Adalah Nabi saw. tidak tidur sebelum membaca surah az Zumar dan Bani Israil (Al-Isra’_pen).”[7]

Dari nas-nas di atas dapat disimpulkan bahwa pengelompokan ayat-ayat dalam sebuah surah tertentu itu sudah ada sejak di masa Nabi saw. bahkan ia memiliki nama seperti yang juga berlaku sekarang.

Defenisi Surah:

Pembagian Al Qur’an menjadi surah-surah dan ayat-ayat adalah pembagian yang bersifat Qur’ani, dalam banyak ayat-ayat Al Qur’an kata surah –sebagaiamana juga kata ayat- sering disebut. Nabi saw. dan para sahabat juga sering menggunakan kata itu, sehingga dapat disimpulkan bahwa ia memuat arti khusus, yaitu bagaian tertentu dari firman ilahi yang diawali dengan bislillah dan di dalamnya termuat tujuan khusus.[8]

Para pakar bahasa Arab menyebutkan bahwa kata surah (yang juga dapat di caba su’rah) memiliki makna kedudukan ketinggian. Abu Ubaid- seorang pakar bahasa Arab terkemukan- berkata: Kata surah diambil dari kalimat suur al-madinah (pagar kota), artinya: setiap bangunan yang tinggi ia disebut surah.

Dan adapun yang membaca su’rah (dengan menekankan bacaan hamzah sebelum huruf raa’) mengembailkan kepada kata dasar su’ru yang artinya sisa air minum yang ada dalam bejana.

Sedangkan dalam istilah sebagaimana dijelaskan An-Nisyaburi dalam tafsirnya ialah sekumpulan ayat-ayat yang dirangkai dan digabungkan sebagaian darinya dengan sebagaian lainnya sehingga sempurna dan mencapai kadar yang dikehendaki Allah- Ta’ala- kemudian dipisah dari surah lainnya dengan basmalah dan tidak di namakan surah melainakan telah di ketahui awal dan akhirannya. Ada yang mengatakan, kata itu di ambil dari suur al-bina’ wa al-madinah (pagar bangunan dan kota) sebab pagar adalah ditumpuk satu diatas lainnya sampai ketinggian tertentu yang diinginkan, begitu pula dengan Al qur’an, sebuah ayat diletakkan disisi ayat lain sehingga menjadi surah dalam bilangan ayat-ayatnya sesuai yang di kehendaki Allah. Dan ada pula yang menyebutkan ia dinamai surah karena tinggi dan terangkat, sebagaimana pagar kota di sebut suur karena ia tinggi. Pendapat lain mengatakan bahwa ia di namai surah karena yang mencakup ayat-ayat yang di rangkum di dalamnya, sebagaimana pagar kota merangkum penghuni dan bangunan kota. Bentuk jama’ surah (untuk Al Qur’an) adalah suwar sedangkan surah (untuk pagar kota) suur.[9]

Para ulama menyebutkan untuk mengetahui bahwa sekelompok ayat-ayat ini atau itu adalah bagian dari surah tertentu adalah dengan berujuk kepada ketentuan Syari’at (baca: Nabi saw.), tidak ada keterlibatan ijtihad para sahabat atau lainnya. Setiap surah –biasanya, selain surah Bara’ah- di awali dengan bismillah, sebab bismillah itu adalah pengamanan sementara surah bara’ah turun untuk mentiadakan pengamanan bagi kaum musyrik setelah mereka mengkhianati keepakatan dengan Nabi saw., demikian diriwayatkan dari Imam Ali as.[10]

 Sebab Penamaan:

Penamaan sebuah surah biasanya ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan, di antaranya:

  1. Awal kata dalam surah tersebut, seperti surah Bara’ah, karena kata awal dalam surah itu adalah Baraa’tun Minallahi, atau surah Amma.
  2. Karena tema khusus yang hanya termuat dalam surah tersebut, seperti surah al-Baqarah, sebab di dalamnya diceritakan kisah sapid an kasusnya dengan Bani Israil dan surah al-Maidah, kisah itu tidak termuat dalam surah-surah lain.
  3. Atau apa yang menjadi tema utama yang menjadi sorotan dalam surah tersebut, seperti surah Yusuf dan surah an-Nisaa’.

Disini perlu dijelaskan bahwa tidak ada bukti yang cukup kuat untuk menyimpulkan bahwa penamaan itu bersifat tauqifiyah (dengan ketetapan wahyu), kendati banyak dari nama-nama itu sudah ada dan beredar di masa awal Islam, bahkan sebagaian telah di sebut-sebut dalam sabda-sabda Nabi saw. seperti surah Al-Baqarah, Alu Imran, Hud dan al-Waqi’ah. Yang dapat kita simpulkan darinya ialah bahwa banyak dari nama-nama itu sifatnya ta’yiiniyah sejak masa Nabi saw. artinya ia beredar akibat banyak penggunaan, dan ia bukan dari ketetapan wahyu.[11]

 Jumlah Surah-surah Al Qur’an

Adapun jumla surah-surah Al Qur’an, sebagaimana masyhur dikalangan para ulama ialah seratus empat belas surah, seperti yang tertera dalam rasm mushaf utsmani yang beredar di kalnagn umat Islam di buka dengan surah al-Fatihan dan di tutup dengan surah an-Naas. Dan di antara ulama ada yang menjadikan surah Al-Anfal dan surah Bara’ah satu surah sehingga julmahnya 113 surah dan ada pula yang menjadikan surah adh-Dhuha dan Alam Nasyrah sat surah serta surah al-Fil dan al-Ilaf satu surah.[12]

 Penyusunan Surah-surah Al Qur’an

Penyusunan surah-surah Al Qur’an seperti yang ada dalam mush-haf sekarang ini berbeda dengan urutan turunnya. Adapun siapa yang melakukan penyusunan, para ulama berbeda pendapat tentangnya.

Pendapat Pertama: Penyusunan surah-surah seperti urutan sekarang dalam mush-haf adalah dari hasil ijtihad (inisiatif) para sahabat Nabi saw. pendapat ini dinisbatkan kepada jumhur para ulama diantaranya Imam Malik, Qadhi Abu Bakar ibn Thayyib- dalam salah satu pendapat kuat darinya-, Ibnu Katsir dan Ibn Faris.

Pendapat Kedua: Penyusunan itu berdasarkan tauqifi (wahyu). Pendapat ini dipilih oleh banyak ulama’ diantaranya Qadhi Abu Bakar- dalam pendapatnya yang lain-, Abu Bakar al-Anbari, al-Kirmani, Ibnu Hashshar dan Abu Bakar an-Nahhas.

Pendapat Ketiga: penyusunan sebagaian surah dengan dasar wahyu (tauqifi) sementara penyusunan yang lainnya atas dasar ijtihad para sahabat. Pendapat ini dikemukakan oleh banyak kalangan ulama besar pula, seperti Qadhi Abu Muhammad ibnu ‘Athiyah dan Az Zarqani.[13]

Dalam kesempatan ini penulis tidak sedang mengemukakan alasan masing-masing pendapat di atas dan menganalisanya. Namun manapun diantara ketiga pendapat itu yang kuat yang pasti bahwa kita berkeharusan penghormati susunan surah-surah itu sesuai dengan yang tertera dalam mush-haf-musah-haf kuam Muslim, khususnya dalam penulisan mush-haf, sebab menyalahi susunan itu akan membawa fitnah, sementara menutup jalan menuju fitnah itu wajib.

Adapun dalam membaca, maka tidak ada larangan membacanya dengan tidak secara urut seperti dalam mush-haf meski tidak dianjurkan. An-Nawawi berkata: Para ulama berkata: (pendapat) yang terpilih ialah hendaknya seorang itu membaca Al qur’ansesuai dengan tertib susunan dalam mush-haf, membaca surah Al-Fatihah kemudian Al-Baqarah kemudian Alu Imran dan seterusnya, baik dalam shalat maupun di luar shalat …. Dan andai ia menyalahinya, ia mebaca subuah surah kemudian membaca surah yang bukan setelahnya atau sebaliknya itu boleh, telah banyak riwayat yang membeolehkannya…[14]

_____________________

[1] Abdul Azim Az Zarqani. Al-Manahil.Vol.1,347.

[2] As Suyuthi. Al-Itqan. Vol.1,62.

[3] Ibid.

[4] Al-Majlisi. Bihar Al-Anwar. Vol.92,309 dan Buhuts fi Tarikh Al-Qur’an.100.

[5] Al-Manahil. Vol.1,347.

[6] An Nawawi. Al-Tibyan.88.

[7] Ibid.

[8] Mizan:13\226-227.

[9] Tafsir Gharaib Al-Qur’an:1\28-29. dan pernyataan serupa juga diutaran oleh para mufassir lain seperti ath-Thabari dalam Jami’ al-Bayan-nya:1\72-73, Ibnu Katsir dalam tafsirnya1\14 dan lainnya.

[10] Muujaz Ulum Al-qur’an; Daud Ath-Thaar;172 menukil dari At-Tajwid wa Adaab at-Tilawah dan Masa’il Fiqhiyah; Syarafuddin Musawi.

[11] Al-qur’an Fi Al-Islam; Allamah Thabathaba’i:193.

[12] Mizan:13\228. banyak riwayat dari para Imam Ahlulbait as. yang mendukung penyatuan surah-surah di atas.

[13] Tentang pendapat-pendapat diatas beserta alasan-alasan masing kami pesilahkan merujuk: Al-Burhan Fi Ulumil Qur’an’ Az-Zarkasyi:1\324, Asraar Tartib Al-qr’an; As-Suyuthi:68 (dengan komentar Abdul Qadir Ahmad Atha, Manahil al-Irfaan; Az-Zarqani:1\350-358, Muujaz Ullil Qur’an:173 dan Talkhish al-B34.ayaan; Penulis:

[14] At-Tibyaan Fi Aadaab Hamalatil Qur’an:76-77 dan al-Manahil:1\358.

Pos ini dipublikasikan di Kajian Qur'ani, Kuliah Ulumul Qur'an. Tandai permalink.

2 Balasan ke Tema-tema Penting Ulûmul Qur’an [7]: Ayat-ayat dan Surah-surah Al Qur’an

  1. mamad berkata:

    Alhamdulillah… keterangan yang apik.

    Suka

  2. madun berkata:

    Materi kuliah yg apik. Terima kasih pak ustadz.

    Suka

Tinggalkan komentar