Tafsir Tematik [7]: Imam Ali bin Abi Thalib as. Pembela Utama Nabi Saw. Dalam Dakwah

Imam Ali bin Abi Thalib as. Pembela Utama Nabi Saw. Dalam Dakwah

Surah Al Anfâl telah berbiacar tentang banyak tema, di antara tema-tema penting yang dibicarakannya adalah tentang hubungan sosial antara Nabi saw. (dan kaum Mukiminin) dengan suku-suku Yahudi yang hidup di kota Madinah dan sekitarnya. Dan di antara kondisi yang terjadi dalam kaitan hubungan sosial itu adalah berjanjian saling menghormati, tidak berkhianat dengan membela musuh-musuh kaum Muslimin, dan saling membela dalam menghadapi musuh-musuh eksternal, khususnya dari kaum kafir Mekkah. Tetapi sepertinya telah menjadi watak kaum Yahudi itu, mereka selalu berkhianat dan menyalahi perjanjian-perjanjian yang telah disepakati.

Menghadapi kenyataan bahwa tidak sedikit musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang dengan terang-terangan telah bersiap-siap untuk memerangi Risalah Allah, maka Allah Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk mempersiapkan segala kekuatas persenjataan perang yang dibutuhkan. Allah SWT berfriman:

وَ أَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَ مِنْ رِباطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَ عَدُوَّكُمْ وَ آخَرينَ مِنْ دُونِهِمْ لا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَ ما تُنْفِقُوا مِنْ شَيْ‏ءٍ في‏ سَبيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَ أَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al Anfâl [8];60)

Mempersiapkan segala bentuk persenjataan itu dengan tujuan menampakkan kekuatan dan haibah/kewibawaan kaum Muslimin di hadapan musuh-musuh yang nyata permusuhannya dan juga untuk menanamkan rasa takut dalam hati-hati musuh yang hingga kini masih menyembunyikan dan belum menampakkan permusuhan mereka.

Selanjutnya Allah SWT berfirman:

وَ إِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَها وَ تَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّميعُ الْعَليمُ

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Anfâl [8];61)

Tetapi apabila musuh-musuh itu condong kepada perdamaian maka Allah memerintahkan Nabi saw. untuk menerima sikap perdamaian itu. Dan karena bisa saja penampakan sikap damai itu hanya sekedar taktik busuk musuh atau sekedar mengulur waktu untuk mempersiapkan diri lebih matang dalam memerangi Nabi saw. dan kaum Msulimin, maka Allah memerintahkan Nabi-Nya agar ber-tawakkal kepada Allah. Tidak perlu takut akan ada sebab-sebab yang samar/tersembunyi akan menumbangkan tegakknya dakwah Islam sedang beliau tidak menyanganya, karena Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui; Dia tidak akan alpa dari memantau setiap gerak dan makar jahat musuh-musuh-Nya. Makar jahat yang mereka telah rancang pasti akan dikalahkan, dan Allah akan membelamu dengan pertolongan-Nya.

Tawakkal kepada Allah SWT tidak berarti meninggalkan sebab-sebab material yang tampak, tetapi maksudnya adalah meniadakan kebergantungan mutlak kepada sebab-sebab dzahiriyah itu, karena sesungguhnya yang tampak bagi manusia hanyalah secuil darinya sementara sebab-sebab yang tersembunyi dan di luar jangkauan pengetahuan manusia jauh lebih banyak dan sering kali jauh lebih berpengaruh. Dan semua itu dalam kendali Irâdah/kehendak mutlak Allah SWT. karenanya hendaknya kaum Mukminin bertawakkal kepada Allah.

Jadi ber-tawakkal kepada Allah itu maknanya adalah mengarahkan kemantapan ketentraman jiwa dan pengandalan kita kepada Allah yang atas irâdah-Nya semua yang ada di alam semesta ini berjalan. Dan sekali lagi, sikap ini tidak bertentangan dengan mempersiapkan diri dengan segala yang dalam jaungkauan kemampuan manusia.

Setelah itu semua Allah mempertegas bahwa siapa yang bertawakkal kepada Allah pasti Ia akan membelanya. Allah berfirma:

وَ إِنْ يُريدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَ بِالْمُؤْمِنينَ

“Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin,” (QS. Al Anfâl [8];62)

Allah Pasti Membela Nabi-Nya!

Allah akan melindungi Nabi-Nya, dan Dia akan membela Nabi-Nya dengan pertolongan-Nya dan juga dengan kaum Mukminin:

هُوَ الَّذي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَ بِالْمُؤْمِنينَ

“Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.”.

Penggalan ayat ini sebagai bukti bahwa cukuplah Allah sebagai pelindung:

فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ

“maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu).”

Imam Ali as. Adalah Manifestasi Sempurna Pembelaan Allah Untuk Nabi-Nya

Tidak diragukan bahwa pembelaan kaum Mukminin yang setia yang bergabung dengan Nabi saw. telah dicatat dalam sejarah dan juga diabadikan dalam Al Qur’an. Tetapi yang juga tidak diragukan bahwa pembelaan terbesar yang disumbangkan untuk Islam dan Nabi Islam adalah yang disumbangkan oleh Ali bin Abi Thalib as… Peperangan demi peperangan yang dipaksakan kaum kafir atas Nabi saw. saksi nyata perjuangan Imam Ali as. perang Badar, Uhud, Khaibar, Khandak, Hunain dan peperangan-peperangan lainnya telah membuktikan kegigihan Imam Ali as. dalam membela Nabi saw. Di sisi perjuangan gemilang Imam Ali as. seakan tenggelamlah pembelaan selainnya, karena itu sebagian sahabat telah diriwayatkan dari mereka bahwa yang dimaksud dengan:

هُوَ الَّذي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَ بِالْمُؤْمِنينَ

“Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.”.

adalah Imam Ali bin Abi Thalib as.

Tentu penafsiran seperti ini tidak dalam kapasitas membatasi pengertian ayat itu hanya pada Imam Ali as. akan tetapi ia hendakn menyajikan perwujudan terhebat dari prajurit setia yang membala Nabi saw. … Ali bin Abi Thalib adalah halilintar Allah atas kaum kafir!

Tafsiran para sahabat dan Tâbi’în ini telh direkam oleh para Ahli Tafsir, baik Ahlusunnah maupun Syi’ah. Di bawah ini kami mencoba menyajikan beberapa contoh darinya.

Imam Jalâluddîn as Suyûthi mengutip riwayat Ibnu ‘Asâkir dari sahabat Abu Hurairah ra., ia berkata: “Tertulis di atas Arsy: Lâ ilâha Illa Ana wahdi Lâ Syarîkala Li/Tiada Tuhan selain Aku yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Ku, Muhammadun ‘Abdi wa Rasûli, ayyadtuhu bi Ali/Muhammad adalah hamba dan Rasul-Ku, Aku kuatkan dia dengan Ali.” Dan ini adalah firman Allah:

هُوَ الَّذي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَ بِالْمُؤْمِنينَ

“Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para Mukmin.”[1]

Bukti Pendukung Tafsir Di Atas

Penafsiran kata Mu’minin dalam ayat di atas dengan Imam Ali as. sebenarnya terdukung -selain oleh riwayat-riwayat seperti di atas- oleh lanjutan ayat [yaitu ayat: [64] dalam rangkaian tema ini dalam surah al Anfâl itu sendiri. Coba mari kita perhatikan teks suci ayat tersebut:

يا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَ مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنينَ

“Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan cukuplah orang-orang mukmin yang mengikutimu (juga menjadi pelindung).” (QS. Al Anfâl [8];64)

Ia mengulang penegasan apa yang disebutkan pada ayat sebelumnya [62] bahwa cukuplah Allah sebagai pelindung dan Dia akan membela nabi dengan pertolongan-Nya dan juga dengan kaum Mukminin!

Nah, pertanyaannya di sini adalah: Apakah Allah membela Nabi-Nya dengan tangan-tangan seluruh kaum Mukminin yang bergabung bersama beliau?

Tolong, Anda jangan gegabah mendahului Allah SWT dalam menjawab pertanyaan ini. Tunggu apa kata Allah! Ternyata dalam ayat 64 Allah menegaskan bahwa pembelaan Allah kepada Nabi-Nya itu melalui pembelaan sebagian kaum Mukminin saja. Bukan seluruh mereka!

Pada ayat 64 itu ada redaksi yang harus kita renungkan dan cermati baik-baik.

وَ مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنينَ

Cukuplah sebagai pembelamu –wahai Nabi-: Orangorang yang mengikutimu dari sebagian kaum Mukminin. Huruf: مِنَpada bagian ayat: وَ مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنينَ berfurngsi sebagai memberi makna sebagian yang dalam istilah Pakat Tata Bahasa Arab disebut dengan Min Li at Tab’îdh. Di sini ia tidak berfungsi sebagai penjelas (Min Lil Bayân).

Allah mensifati Pembela Sejati Nabi itu dengan dua sifat:

  1. Mengikuti, ittiba’aka.
  2. Beriman, Mu’minîn.

Dan tidak diragukan lagi bahwa hanya Ali bin Abi Thalib-lah yang dapat dipastikan menyandang kedua sifat itu dengan sempurna dan utuh.

Sifat pertama (mengikuti) memberikan makna: kepengikutan mutlak dan sempurna… tidak ada satu bagian dari apa yang diajarkan, diperintahkan, dianjurkan dan dilarang yang ditingalkan da dilanggar oleh si yang mengikuti Nabi, ittaba’aka. Dan hal demikian menunjukkan mekashuman penyandangnya. Sebagaimana ia menunjukkan keunggulan Imam Ali atas selainnya. Maka ia menunjukkan hak Imâmah Ali as. Dan kemakshuman adalah syarat mutlak Imâmah.

Andai tidak ada keterangan khusus dari hadis/atsar/riwayat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya adalah Imam Ali as. pastilah kita akan mengatakan bahwa ia khusus untuk Imam Ali as. mengingat tidak terpenuhninya sifat/kriteria itu kecuali pada Imam Ali as. Apalagi ternyata kita temukan riwayat penafsiran telah menegaskannya.

Imam al Hâkim al Nîsâbûri (seorang ulama Ahlusunnah) telah meriwayatkan dengan sanad bersambung kepada Imam Muhammad al Baqir as. tentang ayat tersebut:

يا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَ مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنينَ

“Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan cukuplah orang-orang mukmin yang mengikutimu (juga menjadi pelindung).” (QS. Al Anfâl [8];64)

Beliau as. berkata: “Ayat ini turun untuk Ali.”[2]

Dari kesaksian Allah dalam kitab suci-Nya kita dapat mengetahui bahwa Imam Ali as. adalah pembela sejati Rasulullah saw. yang dibanggakan Allah SWT.

Semoga renungan atas ayat-ayat keutamaan Imam Ali as. ini dapat memperkokoh keyakinan kita akan keunggulan dan keutamaan beliau as. dan bahwa beliaulah Pemimpin Lanjutan Pasca Kenabian yang telah dipersiapkan Allah melalui pendidikan Nabi-Nya.

______________

[1] Tafsir ad Durr al Mantsûr,3/361, hadis serupa juga dapat Anda jumpai dalam Kanzul ‘Ummâl,6/158.

[2] Syawâhid at Tanzîl,1/230/hadis no.305.

Pos ini dipublikasikan di Kajian Qur'ani, Tafsir Tematik. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar