Urgensi Al Istiqâmah Dalam Al Qur’an

Urgensi Al Istiqâmah Dalam Al Qur’an

Dengan memahami bagaimana Al Qur’an menilai pentingnya Istiqâmah, kita dapat mengerti mengapa kita diajari agar berdoa meminta dianugerahi al Istiqâmah, karena itu, mari kita sedikit menelaah ayat-ayat yang berbicara tentang al Istiqâmah.

Allah SWT telah memerintahkan Nabi saw agar ber-istiqâmah, demikian juga dengan kaum Mukminin. Demikian ditegaskan dalam ayat 112 surah Hûd:

فَاسْتَقِمْ كَما أُمِرْتَ وَ مَنْ تابَ مَعَكَ وَ لا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِما تَعْمَلُونَ بَصيرٌ

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Dan tentu perintah ini adalah hal sangat berat atas Nabi saw, karena Allah SWT tidak hanya memerintahkan beliau seorang agar ber-istiqâmah tetapi juga agar kaum Mukminin juga ber-istiqâmah. Dan mungkin hal itu yang membuat Nabi saw bersabda, “Surah Hûd telah membuatku beruban.”

Sebab –seperti telah disinggung sebelumnya- bahwa istiqâmah adalah lawan dari kebengkokan. Ia adalah berjalan di jalan tengah tanpa ada penyimpangan. Dan jalan tengah dalam kehidupan ini adalah Islam. Allah SWT berfirman:

وَ أَنَّ هذا صِراطي‏ مُسْتَقيماً فَاتَّبِعُوهُ وَ لا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبيلِهِ ذلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’âm [6];153)

Karena itu, mereka yang ber-istiqâmah di jalan Allah SWT dan dalam berpegang teguh dengan agama Allah pasti diliputi oleh kelemah-lembutan Allah SWT dalam segala urusannya dan selalu dalam bimbingan-Nya.

Tentu istiqâmah telah merangkum total Syari’at; bangkit menegakkan agama Allah… jujur terhadap Allah … konsiten dalam berpegang teguh dengan agama Allah. Istiqâmah sebuah sikap agung yang Allah SWT perintahkan para nabi dan rasul-Nya… dan tentu ia sangat berat dilaksanakan, karenanya ia harus dikawal dengan intropeksi diri, bimbingan ilahi. Poros istiqâmah adalah kontrol penuh terhadap hati dan lisan, maka siapa yang baik hatinya baik pula keadaanya. Istiqâmah adalah maqam agama yang sangat tinggi, karenanya Allah SWT perintahkan agar umat manusia mengikuti jalan istiqâmah ini. Allah SWT berfirman:

وَ أَنَّ هذا صِراطي‏ مُسْتَقيماً فَاتَّبِعُوهُ وَ لا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبيلِهِ ذلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’âm [6];153)

Yaitu: Sesungguhnya jalan-Ku ini yaitu jalan Tauhid adalah jalan kebenaran dan keadilan, dan jalan kesucian dan ketaqwaan, maka ikutilah dan berjalanlah di atasnya, dan jangan menyimpang dengan berjalan di atas jalan-jalan lain yang hanya akan membawa kalian kepada perselisihan, perpecahan dan penyimpangan… Jadi dapat dimengerti mengapa Allah SWT mengajarkan kepada kita agar meminta kepada-Nya ditunjuki Shirâth Mustaqîm, minimal sebanyak tujuh belas kali sesuai jumlah raka’at shalat fardhu harian dalam sehari:

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ * صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنعَمْتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوْبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ

“Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah [1];6-7)

Dan dengan memerhatikan apa yang Allah SWT janjikan bagi orang-orang ber-istiqâmah yang dalam ayat di bawah ini, kita makin memahami betapa pentingnya kita memohon agar Allah menganugerahkan untuk kita sikap Istiqâmah.

إِنَّ الَّذينَ قالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلاَّ تَخافُوا وَ لا تَحْزَنُوا وَ أَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتي‏ كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِياؤُكُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَ فِي الْآخِرَةِ وَ لَكُمْ فيها ما تَشْتَهي‏ أَنْفُسُكُمْ وَ لَكُمْ فيها ما تَدَّعُونَ نُزُلاً مِنْ غَفُورٍ رَحيمٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka istiqâmah/meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kami lah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan-hidangan (bagimu dari) Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fushshilat [41];30-32)

 

Keterangan:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” [mengesakan Allah dengan lisan-lisan mereka, mengakui dan mengimani-Nya dan mengimani kerasulan para utusan-Nya] kemudian mereka istiqâmah/meneguhkan pendirian mereka [dengan berpegang teguh dalam keyakinan dan keimanan mereka bahwa tiada Tuhan selain Allah, konsisten dalam keta’atan dan menjajankan kewajiban-kewajiban yang Allah syari’atkan]….

Istiqâmah dalam agama dan keimanan bukan sesuatu yang sederhana. Dalam sebuah hadis disebutkan, setelah membacakan ayat di atas, Rasulullah saw bersabda:

قَدْ قالَها النَّاسُ ثُمَّ كفَرَ أكْثَرُهُم. فَمَن قالها حّتّى يَموتَ فَهُوَ مِمَّنْ تسْتقامَ علَيْها.

“Manusia telah mengucapkannya kemudian kebanyakan mereka kafir terhadapnya. Maka siapa yang mengucapkannya [dan konsisten] hingga ia mati dialah termasuk orang yang istiqâmah di atas perkataan itu.”[1]

 

Tujuh Janji Allah SWT Bagi Hamba Yang Ber-istiqâmah Di Atas Jalan-Nya

Sekarang mari kita perhatikan apa anugerah agung yang Allah SWT berikan bagi orang-orang ber-istiqâmah di jalan-Nya:

Kabar Gembira Pertama dan Kedua: Para Malaikat turun membawa kabar gembira: Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih.”

Tentang kapan turunnya para Malaikat dengan membawa kabar gembira ini, apakah khusus ketika menjelang kematian kaum Mukmini yag istiqâmah di jalan Tauhid, seperti diasumsikan sebagian Mufassir, atau para malaikat itu akan turun di tiga kesempatan; [1] Ketika detik-detik akhir menjelang kematian, [2] Ketika di dalam alam kubur, dan [3] Ketika dibangkitkan dari alam kubur kelak], atau turunnya para Malaikat ini kepada kaum Mukminin yang istiqâmah bersifat kontinyu dan terus-menerus dengan membawa ilham kebaikan dan bimbingan maknawi, sehingga hakikat-hakikat kebenaran semakin mengakar kuat dalam jiwa mereka, walaupun tentu di detik-detik menjelang kematian –yang merupakan kondisi paling sulit dan menyeramkan serta menentukan pasti para Malaikat itu akan turun untuk menyelamatkan si Mukmin dari godaan setan- kehadiran para Malaikat dengan membawa kebar gembira itu lebih nyata.

Sepertinya, kita bisa memilih asumsi terakhir ini mengingat tidak adanya pembatasan dalam nash ayat itu sendiri, ditambah lagi, pada kabar gembira [anugerah] keempat –seperti nanti akan dijelaskan- disebutkan:

نَحْنُ أَوْلِياؤُكُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَ فِي الْآخِرَةِ

“Kami lah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat.”

Ini bisa menjadi bukti bahwa kaum Mukminin yang Istiqâmah mendengar kabar gembira itu dari para Malaikat di kehidupan dunia mereka di saat mereka hidup, hanya saja suara kabar gembira itu tidak mesti disampaikan dengan lisan dan kata-kata yang didengar oleh telinga-telinga dzahir mereka, tetapi dengan telinga-telinga batin mereka; mereka merasakan ketenangan jiwa, kemantapan sikap dan ketentraman batin serta keteguhan hati dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan kehidupan ini.

Tentu kabar gembira ini para Malaikat ini akan membawa keteguhan jiwa kaum Mukminin yang istiqâmah di jalan Allah SWT sehingga mereka menjadi orang-orang yang tangguh dan kokoh dan pantang menyerah serta tidak mudah jatuh di hadapan kuatnya terpaan rayuan dan tekanan.

Kabar gembira yang dibawa para Malaikat itu adalah:

أَلاَّ تَخافُوا وَ لا تَحْزَنُوا   

“Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih.”

Sebagian Mufassir menjelaskan perbedaan kaitan [obyek] antara dua kata ini: khauf [takut] dan huzn [sedih], di mana khauf berkaitan dengan kejadian-kejadian yang menggelisahkan seorang, yang aka terjadi di masa akan datang. Ia belum terjadi, namun dikhawatirkan akan terjadi, ia takut dan cemas apabila hal itu terjadi dan menimpanya. Sedangkan huzn terkait dengan kejadian-kejadian yang menyedihkan yang sudah terjadi. Maka berdasarkan perbedaan di atas, para Malaikat turun membawa kabar gembira kepada kaum Mukminin yang istiqâmah: ‘Jangan kalian cemas dan takut atas kesulitan-kesulitan yang akan terjadi di masa akan datang, baik dalam kehidupan dunia ini, atau ketika kematian menjemput kalian, atau pada tahapan demi tahapan hari kebangkitan. Dan janganlah kalian bersedih atas dosa-dosa kalian atau bersedih atas nasib anak-anak yang akan kalian tinggalkan.

Catatan:

Sebagian Mufassir mengungkap rahasia mengapa kata khauf disebutkan sebelum kata huzn adalah mengingat bahwa kaum Mukimin lebih cemas terhadap apa yang akan terjadi di kemudian hari yang mungkin saja dapat menimpanya, khususnya yang terkait dengan nasib dan kesudahan akhir mereka di alam Barzakh, alam Mahsyar dan di hadapan pengadilan Tuhan di hari kiamat kelak.

 

Kabar Gembira Ketiga: “Bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.

Setelah dua kabar gembira di atas, datanglah tahapan kabar gembira berikutnya: bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”. Kedatangan para Malaikta itu bukan hanya sekali saja tetapi berkali-kali, setiap kali mereka menghadapi kesulitan dan tekanan kehidupan, para malaikat itu turun membawakan kabar gembira tentang nikmat-nikmat yang Allah janjikan, sehingga tenanglah jiwa-jiwa mereka dan mantaplah langkah-langkah kehidupan mereka. Hal itu dapat difahami dari penggunakaan kata kerta: tatanazzalu, bukan tanzilu. Allahu a’lam.

Kabar Gembira Keempat: “Kami lah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat.”

 Ini adalah bukti keberpihakan para Malaikat kepada kaum Mukminin yang ber-istqâmah di jalan Allah SWT dengan menurunkan pertolongan dan sakînah/ketentraman jiwa.

Keberpihakan para Malaikat itu, selain tetapi juga dalam kehidupan dunia kaum Mukminin, ia juga akan tampak nyata:

  • di detik-detik akhir-akhir kehidupan dunianya di mana napas telah sampai ke kerongkongan, dan kondisi genting mulai menghantuinya; iblis ingin menyesatkannya di detik-detik akhir itu,
  • Atau ketika keluarga dan handai tolan mengantarkannya ke liang lahat dan kemudian mereka pulang meninggalkannya seorang diri di bawah tumpukan tanah,
  • Atau ketika tinggal untuk waktu yang tidak sebentar di alam barzakh,
  • Atau ketika ia dibangkitkan di padang mahsyar,

di saat-saat itu para Malaikat turun untuk menenangkan dan memantapkan jiwa kaum Mukminin dengan mengabar-gembirakan surga yang dijanjikan Alah untuk mereka.

Kabar Gembira Kelima dan Keenam: di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan.

Para Malaikat juga mengabar gembirakan bahwa mereka akan memperoleh semua yang mereka inginkan di dalam surga. Sekedar keinginan hati mereka terhadap sesuatu tertentu yang terlintas dalam pikiran mereka segera terwujud dan hadir tersedia di hadapan mereka.

Allah SWT berfirman:

 وَ لَكُمْ فيها ما تَشْتَهي‏ أَنْفُسُكُمْ وَ لَكُمْ فيها ما تَدَّعُونَ

“di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.

Kalimat:  ما تَشْتَهي‏ أَنْفُسُكُمْlebih menunjuk kepada keinginan-keinginan dan kelezatan-kelezatan yang bersifat materi. Berbeda dengan apa yang diisyaratkan dalam berita gembira keenam: وَ لَكُمْ فيها ما تَدَّعُونَ ia lebih menunjuk kepada kenikmatan dan kelezanan maknawi.

Karena kaum Mukminin yang istiqâmah dalam kehidupan dunia mereka dan konsisten meninggalkan kelezatan dan syahwat-syahwat yang dilarang maka Allah gantikan untuk mereka berbagai kenikmatan surgawi di akhirat. Dan apabila kenikmatan, kelezatan syahwat dunia itu bercampur dengan derita dan sakit, dan cepat berlalu dan hilang maka kenikmatan dan kelezatan akhirat itu bersifat murni dan abadi

 Kabar Gembira Ketujuh: Mereka Tinggal di Surga Sebagai Tamu-tamu Tuhan

Kalian wahai kaum Mukminin yang istiqâmah dalam berpegang teguh dengan agama Allah SWT, kalian dipersilahkan masuk surga dan disambut sebagai tamu-tamu Tuhan Dan Yang Maha Pengampun Maha Penyanyang. Kalian disambut bak tamu-tamu agung dari Tuan tamu yang sangat agung penghormatannya.

 نُزُلاً مِنْ غَفُورٍ رَحيمٍ

“Sebagai hidangan-hidangan (bagimu dari) Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kata: نُزُلاً artinya hidangan yang disajikan tuan rumah untuk tamu. Dan itu artinya mereka adalah tamu-tamu Tuhan yang sangat istimewa.

 Akhirnya

Dengan memperhatikan secara seksama dan teliti tujuh kabar gembira yang disampaikan para Malaikat kepada kaum Mukminin yang hidup berpegang teguh kepada agama dengan istiqâmah pasti mampu membangkitkan semangat untuk beriman dan istiqâmah dalam keimanan… mampu menumbuh-suburkan kecintaan dan kerinduan untuk berjalan di atas jalam istiqâmah. Dan tumbuhnya semangat seperti itu maka Islam melalui Al Qur’annya mampu menciptakan dari masyarakat Arab Jahiliyah menjadi generasi percontohan yang lebih mengedepankan pengorbanan demi meraih keridhaan Allah SWT dan demi mewujudkan kejayaan Islam dan kaum Muslimin.

______________

[1] Tafsir Majma’ al Bayân [pada bagian akhir keterangan tentang ayat di atas].

Pos ini dipublikasikan di Kajian Qur'ani, Renungan Al Qur'an, Tafsir Tematik. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar