Al Qur’an Firman Kudus Yang Menakjubkan!

Al Qur’an Firman Kudus Yang Menakjubkan!

Fakta bahwa Al Qur’an adalah firman yang mecengangkan telah disebut dalam Al qur’an, yaitu ketika menukil pernyataan kalangan Jin yang memergoki Nabi saw. ketika membaca ayat-ayat suci Al qur’an, seperti di abadikan Allah SWT. dalam surah Al Jin.

Allah SWT. berfirman:

قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَع نَفَرٌ مِنَ الجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِيْ إلى الرُشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا.

“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku habwasannya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al qur’an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengankan Al qur’an yang mena’jubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, maka kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan kami”. (QS:72;1-2)

Kata Al ‘Ajab, seperti diterangkan ar-Raghib Al Isfahani ialah suatu keadaan (keterheranan) yang di alami seseorang ketika ia tidak mengetahui sebab sesuatu tertentu… Qur’aanan Ajaban yaitu sesuatu yang belum pernah didengar sepertinya dan tidak di ketahui sebabnya.[1]

Sementara Allamah M. H. Thabathaba’i menerangkan: Al ‘Ajab adalah sesuatu yang mengundang keterheranan di karenakan ia keluar dari kebiasaan yang berlaku dalam hal sepertinya. Mereka mensifati Al qur’an dengan ‘Ajaban di karenakan ia adalan firman yang keluar dari kebiasaan, baik dalam lafadznya maupun kandungannya yang di bawa oleh seorang yang ummiy tidak mampu menulis dan membaca.[2]

Allamah ath-Thabarsi dalam Majma’nya menerangkan rahasia di balik mensifatan Al qur’an dengan ‘ajaban, ia berkomentar: Al ‘Ajab adalah sesuatu yang mengundang keterheranan di karenakan samarnya sebab dan keluarnya dari kebiasaan pada hAl hal serupa. Dan karena Al qur’an dengan susunannya yang khas telah keluar dari kebiasaan sepertinya dalam pembicaraan dan samar sebabnya bagi manusia maka tidak disangsikan lagi ia mengherankan. Di samping itu Al qur’an itu berbeda dengan pembicaraan manusia dalam maknanya, kefasihan dan susunannya, tiada seorang yang mampu menyusun sepertinya, ia telah memuat berita-berita orang-orang terdahulu dan yang akan datang, semua yang telah terjadi dan yang akan terjadi, ia keluar dari seorang yang ummiy dari kalangan kaum yang ummiyyiin pula, maka karena itu mereka menyebutnya ‘ajaban.[3]

Keterheranan kalangan jin seperti dikisahkan di atas itu bersifat positif, seperti keta’juban para penyihir Fir’aun di hadapan mu’jizat Nabi Musa as. yang menghantarkan mereka kepada keimanan dan ketundukan kepada kebenaran. Demikian juga dengan sekelompok jin yang memperhatikan ayat-ayat suci Al qur’an yang dikumandangkan Nabi saw., mereka beriman setelah meyakini kebenaran sumber firman itu dan ia adalah mu’jizat terbesar Nabi Muhammad saw.

Berbeda dengan sikat keterheran-heranan negatif yang ditampakkan sekelompok kaum kafir. Mereka terheran-terheran dan kemudian menolak bahwa manusia dapat mampu menerima wahyu dari sisi Dzat Yang Maha Tinggi; Allah SWT. sikap itu membawa kepada pengingkaran dan kekafiran. Allah SWT. berfirman:

أَوَ عَجِبْتُمْ أَنْ جاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَ لِتَتَّقُوا وَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.

“Dan apakah kamu (tidak percaya) dan terheran bahwa daaing kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu dan mudah-mudahan kamu bertaqwa dan supaya kamu mendapat rahmat?.(QS:7;63 dan baca juga; 69).

أَ كانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أنْ أَوْحَيْنا إلى رَجُلٍ مِنْهُمْ أنْ أنْذِرِ الناسِ و بَشِّرِ الذيْنَ آمَنُوا أنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِنْدَ رَبِّهِمْ قال الذين كَفَرُوا إنَّ هذا لَسَاحِرٌ مُبِيْنٌ.

“Patutlah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: “Berilah peringatan kepada manusia dan berita gembirakan orang-orang yang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka”. Orang-orang yang kafir berkata: “Sesungguhnya orang ini ( Muhammad) benar-benar adalah seorang penyihir yang nyata”.(QS:10;2)

Allah SWT. mengecam keterheranan dan pengingkaran kaum kafir kepada kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad saw. dengan alasan bahwa apa yang beliau bawa bukanlah wahyu sebab manusia tidak mampu berkomunikasi kepada Allah dengan perantaraan wahyu. Mereka dengan nada meremehkan dan menghina mengatakan  Sesungguhnya orang ini Nabi Muhammad saw., mereka menyebut Nabi Muhammad saw. pembawa wahyu Ilahi dengan kata hadza (orang ini) sebagai sikap penghinaan. Dan tuduhan palsu yang tidak bertanggung jawab itu mereka tegaskan dengan menggunakan kata penguat (ta’kiid) ganda yaitu: inna dan huruf laam pada kata saahir. Tuduhan bahwa Al qur’an adalah hasil sihir dan Nabi Muhammad saw. adalah tukang sihir kendati merupakan tuduhan yang mereka lontarkan begitu saja tanpa rasa tanggung jawab dan tidak juga di iringi dengan argumentasi yang mendukungnya, sebab menisbatkan Al qur’an dan pembawanya kepada sihir artinya mengembalikan penganalisaan tehadap fenomena kerasulan dan wahyu kepada sesuatu yang samar dan tak mampu mereka fahami sendiri, tuduhan itu pada dasarnya membuktikan peran dan kekuatan pengaruh Al qur’an pada manusia. Al qur’an dengan keindahan gaya bahasanya dan kemantapan kandungannya telah mampu menembus pikiran dan memikat hati-hati kaum kafir sehingga tidak jarang dari mereka yang beriman dan sebagian lagi karena kedegilan sikap dan kepentingan tertentu mengkafirinya walaupun tidak jarang mereka di pergoki mencuri-curi kesempatan di malam yang hening mendengar bacaan Al qur’an Nabi di waktu shalat, karena begitu indah dan tingginya mutu sastra ayat-ayat Al qur’an.

Kisah Al Walîd ibn Al Mughirah

Sejarah mencatat bahwa Rasulullah saw. tidak henti-hentinya menegaskan kepalsuan kepercayaan syirik dan bahwa arca-arca mereka tidaklah memberi manfa’at atau madharrat barang sedikitpun. Al Walîd ibn Mughirah adalah salah satu tokoh penting benggolan kafir Quraisy, ia ditokohkan dan dijadikan Hakîm dalam penyelesaian barbagai urusan penting mereka, dan juga dalan penilaian mutu syair-syair mereka. Ia adalah salah satu di antara yang getol mengganggu Rasulullah saw.

Pada suatu hari ketika turun kepada Nabi surah Ghafir (ayat:1-6), beliau membacanya dipelataran Ka’bah, Al Walîd memperhatikan bacaan merdu lantunan ayat-ayat suci Al qur’an yang dilantunkan Nabi saw. mengetahui hal itu beliaupun mengulangi bacaan ayat-ayat tersebut. yaitu ayat pertama hingga keenam surah Ghafir (Al Mu’min).

Setelah selesai mendengarkannya ia bangkit menuju tempat pertemuan kaumnya Bani Makhzum dan berkata: Demi Allah saya benar-benar baru mendengar dari Muhammad sebuah pembicaraan yang bukan pembicaraan manusia dan bukan juga omongan jin. Ucapan itu memiliki gaya tarik dan terhiasi oleh keindahan. Atasnya berbuah dan akarnya dalam dan sesungguhnya ia unggul dan tiada di kalahkan.

Kemudian setelah itu ia meninggalkan kaumnya dan kembali ke rumahnya.[4]

Dalam riwayat lain setelah pernyataan Al Walîd ditambahkan dialoq sebagai berikut:

Maka Abu Jahal mendatanginya dan duduk di dekatnya dengan raut wajah penuh kesedihan, Al Walîd bertanya: wahai anak saudaraku, mengapakah aku melihatmu bersedih?

Abu Jahal berkata: Kalangan Quraisy mengecammu dalam usiamu yang sepuh, mereka menganggap Anda menghiasi ucapan Muhammad.

Maka Al Walîd bangkit bersama Abu Jahal mendatangi kaumnya dan berkata: Apakah kalian menganggap Muhammad itu gila, pernahkah kalian menyaksikannya berlaku gila?

Mereka berkata: Tidak.

Al Walîd: Apakah kalian mengnggapnya seorang dukun, pernahkah kalian menyaksikan sesuatu darinya?

Mereka menjawab: Tidak.

Al Walîd: Apakah kalian mengnggapnya seorang penyair. Pernahkah kalian menyaksikannya menggubah syair?

Merekapun menjawab: Tidak.

Al Walîd: Apakah kalian mengnggapnya seorang pembohong. Pernahkah kalian menemukannya berbohong barng sekali?

Tidak, jawab mereka.

Lalu apa dia itu? Tanya mereka.

Al Walîd berfikir sejenak, ia merenung dan cemberut, lalu berkata: Ia adalah seorang penyihir. Tidakkah kalian menemukannya menceraikan antara seseorang dengan istri, anak dan keluarganya? Kalau begitu ia adalah tukang sihir dan apa yang ia ucapkan adalah sihir yang ia dapat dari orang lain.[5]

Pernyataan Al Walid di atas adalah sebuah pengakuan dari seorang pakar bahasa yang  anti dan memusuhi Nabi Muhammad saw. bahwa Al qur’an bukan sembarang pembicaraan. Ia adalah firman yang berbeda dengan yang biasa disusun oleh manusia berupa prosa indah ataupun sajak menawan yang biasa di ucapankan para dukun Arab yang mengklaim bahwa ia adalah ucapan jin. Al qur’an- dalam hemat Al Walîd- berbeda darinya. Ia memiliki keindahan yang luar biasa, sangat memikat jiwa pendengarnya, indah pilihan kata-kata dan susunannya ia bagaikan sebuah pohon besar yang dahan-dahan dan dedaunannya lebat nan rindang serta memiliki akar yang menghunjam kedalam.

Kisah ‘Utbah ibn Rabi’ah

Sejarah juga mencatat ketika Sayyidina Hamzah- paman Nabi saw.- menyatakan keimanannya dan bergabung dengan Nabi Muhammad saw., kalangan kafir Quraisy merasa gelisah. Mereka juga menyaksikan bahwa jumlah kaum Muslim kian bertambah hari demi hari, maka ‘Utbah ibn Rabi’ah berinisiatif dan berkata kepada kaum kafir Quraisy, bagaimana jika saya mendatangi Muhammad- yang ketika itu sedang duduk sendirian di sebuah sudut masjid (ka’bah)-: Wahai sekalian kaum Quraisy, setujukah kalian jika saya mendatangi Muhammad dan berbicara kepadanya menawarkan beberapa tawaran, mungkin ia mau menerima sebagian darinya dan kitapun akan memberikannya dengan imbalan ia mencegah dari mencela-cela (sesembahan) kita?

Mereka setuju seraya berkata: Baik, wahai Abal Walîd, datangi dan bicaralah dengannya.

‘Utbah berdiri menuju Nabi saw. dan duduk si samping beliau, ia berkata: Wahai anak saudaraku, kedudukan Anda di tengah-tengah kami telah Anda ketahui sendiri, dalam kemulian keluarga dan keagungan nasab (keturunan), Anda telah datang kapada kaummu dengan membawa perkara yang besar, Anda telah memporak-porandakan kesatuan mereka, membodoh-bodoh akAl akal mereka, mengecam tuhan-tuhan mereka dan Anda kafirkan ayah-ayah mereka yang telah mendahului mereka. Maka dengarkan dariku, aku akan menawarkan beberapa tawaran kepadamu, mungkin kamu menerima sebagian darinya.

Setelah mendengarkan ucapannya, Nabi saw. berkata kepadanya: Katakan wahai Abal Walîd, saya akan dengankan.

Kemudian ‘Utbah menyampaikan beberapa tawaran, di antaranya agar Nabi meninggalkan da’wahnya dengan imbalan akan di jadikan pemimpin bangsa Arab dan di beri harta yang berlimpah.

Setelah selesai, Nabi saw. bertanya: Apakah sudah selesai wahai Abal Walîd. Ia berkata: Ya.

Sekarang dengarkan dariku. Kata Nabi saw. kepada ‘Utbah. Iapun berkata: Ya.

Lalu Nabi saw. membacakan ayat-ayat pertama surah Fushshilat.

‘Utbah memperhatikan ayat demi ayat bacaan Nabi saw. sambil meletakkan kedua tangannya di belakang punggungnya bersandar dengannya hingga ia tercengang. Sehingga ketika sampai pada ayat ke28, Nabi saw. sujud.

Kemudian Nabi saw. berkata kepadanya: Kamu telah mendengarnya hai Abal Walîd apa yang telah kamu dengar, maka sekarang terserah kamu.

‘Utbah berdiri dan kembali menjumpai sahabat-sahabatnya. Sebagian dari mereka berkata: Aku bersumpah demi Allah, Abul Walîd telah datang dengan wajah yang berbeda dengan wajah yang ia pergi dengannya.

Setelah ia duduk, mereka bertanya: Mengapa Anda wahai Abal Walîd?

Ia menjawab: Aku benar-benar telah mendengarkan pembicaraan, demi Allah aku tidak pernah mendengarkan yang sepertinya. Demi Allah ia bukan syair, bukan sihir dan bukan perdukunan. Wahai sekalian kaum Quraisy! Ta’atlah kepadaku dan serahkan keputusan ini kepadaku. Biarkan orang itu menjalankan yang ia jalankan dan menyingkirlah darinya. Demi Allah ucapannya yang baru aku dengarkan darinya akan memiliki berita yang agung. Apabila orang-orang Arab mengalahkannya maka itu berarti kalian telah di tolong atasnya dengan orang lain, dan apabila ia menag atas bangsa Arab maka kekuasaannya adalah kekuasaan kalian, kejayaannya adalah kejayaan kalian dan kalian akan menjadi manusia paling beruntung.

Mendengar ucapan itu mereka berkata: Demi Allah, Anda telah tersihir dengan Lisân   (ucapan)nya.

‘Utbah menjawab: Ini adalah pendapatku tentangnya, dan terserahlah kalian mau berbuat apa.[6]

Tiga Langkah Penting Menghalangi Pengaruh Al qur’an

Dan mengingat besarnya pengaruh Al qur’an di hati para pendengarnya, maka pembesar kaum kafir Quraisy menempuh beberapa langkah dengan tujuan menghalangi jiwa-jiwa yang siap menerima kebenaran dari terpikat oleh Al qur’an. Sejarah mencatat langkah-langkah tersebut, hanya saja langkah terpenting yang mereka tempuh ialah sebagai berikut:

  1. Menghalangi manusia mendengar bacaan Al qur’an.
  2. Menuduh Al qur’an sebagai sihir.
  3. Memyemarakkan dongeng umat terdahulu.
  1. Menghalangi Manusia Mendengar Bacaan Al qur’an

Al qur’an menceritakan bahwa kaum Musyrik saling berpesan untuk tidak mendengar bacaan ayat-ayat Al qur’an dan membuat kegaduhan ketika ayat-ayat suci itu di kumandangkan.

Allah SWT. berfirmna:

وَ قالَ الذِيْنَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا القُرْآنِ و الْغَوْا فيْهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ.

“Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al qur’an ini dan buatlah hirk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka)”.(QS:41;26)

Namun demikian, pengaruh Al qur’an-khususnya di kalangan para pemuda- tidak mampu di bendung oleh benggolan kafir Quraisy itu, bahkan mereka sendiri dengan bersembunyi-sembunyi mencuri-curi kesempatan untuk mendengankan lantunan merdu bacaan Nabi saw. Mereka menikmati keindahan sastra Al qur’an yang mempesona walaupun mereka menkafiri isi dan sumbernya.

Tiga tokoh sentral kafir Quraisy; Abu Sufyan ibn Harb( ayah Mu’awiyah), Abu Jahal ibn Hisyam dan Al Akhnas ibn Syariiq mereka keluar pada suatu malam secara terpisah untuk mendengar lantunan Al qur’an dari mulut suci Rasulullah saw. di keheningan malam tatkala beliau berdiri menegakkan shalat malam di rumah beliau. Masing-masing mengambil tempat tanpa sepengetahuan temannya, dan ketika pulang mereka bertemu di sebuah lorong dan masing-masing menegur temannya dan menyalahkan serta berpesan agar tidak mengulanginya agar tidak merusak kaum muda Quraisy. Setelah itu mereka pulang.

Pada malam berikutnya masing-masing mereka mengulang mencuri kesempatan untuk menikmati keindahan sastra Al qur’an, dan ketika pulang mereka berpergokan lagi dan mengulagi pesan mereka malam pertama.

Dan anehnya pada malam ketika mereka juga melanggar kesepakatan yang mereka buat sendri. Seakan keindahan sastra Al qur’an membuat mereka lupa akan kesepakatan itu. Dan ketika mereka bertemu untuk ketiga kalinya, mereka bersumpah dengan serius untuk tidak mengulanginya mengingat hal itu dapat mendorong masyarakat berbondong-bondong mendengarkan bacaan ayat-ayat Al qur’an dan akhirnya terpikat dan terpengaruh olehnya.

Selain melarang penduduk Makka mendengarkan Al qur’an, mereka juga mempengaruhi setiap yang datang ke kota tersebut agar tidak mendengarkannya, khususnya tokoh-tokoh penting kabilah-kabilah Arab, seperti yang mereka lakukan terhadap Thufail ibn Umar ad-Dausi. Ketika ia berkunjung ke kota Makkah para pembesar Quraisy mendatanginya dan memimtanya agar tidak mendengarkan bacaan ayat-ayat Al qur’an dari Nabi Muhammad saw. dengan alasan bahwa ucapannya bagaikan sihir yang dapat mempengaruhi pendengarnya. Sampai-sampai –kata Thufail- saya berbulat tekat untuk tidak mendengarkan sesuatu dari Nabi Muhammad saw., lalu ia menyumbat kedua telinganya dengan kain agar tidak mendengar apapun. Akan tetapi secara kebetulan, ketika ia berada di sekitar ka’bah dan Nabi saw. bedara di dekatnya sedang membaca ayat-ayat suci Al qur’an, dan dia pun mendengarnya, ternyata apa yang ia dengar adalah bacaan yang luar biasa, sehingga ia memutuskan untuk mendengar lebih banyak dari Nabi saw. dan mengatakan dalam dirinya: aku adalah seorang penyair ulung, tidaklah samar bagiku yang indah dari yang jelek, lalu mengapakah aku tidak mendengar dari orang itu. Jika yang ia sampaikan baik, aku akan ikuti dan jika jelek maka saya akan tinggalkan.

Dan sepulang Nabi saw. dari masjid, ia membuntuti beliau dan ia pun meminta izin kepada Nabi saw. untuk masuk rumah beliau dan akhirnya setelah terjadi dialoq sejenak dan ia mendengar ajakan Nabi dan bacaan Al qur’an ia menyatakan dirinya memeluk Islam. Thufail menceritakan: Maka saya memeluk Islam dan bersaksi dengan kesaksian yang benar.[7]

  1. Menuduh Al qur’an Sebagai Sihir

Seperti telah di jelaskan sebelumnya bahwa para pujangga Quraisy mengakui bahwa Al qur’an itu tidak menyerupai ucapan manusia maupu jin, ia di atas kualitas ucapan manusia. Dan itu artinya pengakuan akan ketidak mampuan mereka dalam menandingi kemegahan sastra Al qur’an. Dan semestinya sikap obyrktif yang mereka tempuh ialah mengakui kebenaran agama yang di bawa Nabi Muhammad saw., akan tetapi mereka mengkibuli akAl akal mereka sendiri dan akAl akal kaum mereka dengan memberikan analisa tidak bertanggung jawab bahwa Al qur’an adalah sihir, dengan alasan bahwa sihir dapat memecah belah dan memisahkan antara dua orang yang rukun, misalnya dan Al qur’an juga memecah belah kesatuan mereka.

Sejarah mencatat bahwa Al Walîd ibn Al Mughirah dalam sebuah pertemuan di Daar an-Nadwah (tempat pertemuan dan rapat para pembesar Quraisy) menyampaikan sebuah pernyataan kepada para hadirin: Sesungguhnya kamu pemilik kehormatan dan akal sehat, orang-orang Arab sering berkunjung ke kota kalian, lalu mereka pulang dengan membawa oponi yang beragam (tentang Muhammad), oleh karenanya satukan pendapat kalian tentangnya! Apa yang harus kalian katakan tentangnya?

Mereka berkata: Kita sebut saja ia seorang penyair.

Al Walîd cemberut dan berkata: Kita telah mendengar syair. Ucapannya tidak menyerupai syair.

Mereka berkata: Ia dukun.

Ia berkata: Nanti kalau kalian mendatanginya kalian tidak akan mendengarnya berucap seperti ucapan para dukun.

Katakan saja ia orang gila! Lanjut mereka.

Sekali lagi Al Walîd membantah: Tidak! Kalian tidak akan mendapatkannya gila.

Katakan saja penyihir. Lanjut mereka.

Al Walîd berkata: Apa penyihir itu menurut kalian?

Mereka menjawab: Seorang yang membuat saling cinta antara dua orang yang saling bermusuhan dan membuat bermusuhan antara yang dua orang yang berkasih sayang.

Dan akhirnya mereka bersepakat menuduh Nabi Muhammad saw. sebagai penyihir dan menyebar-luaskannya keberbagai tempat dan di sampaikan kepada setiap pendatang.

  1. Memyemarakkan Dongeng Umat Terdahulu

Para pembesar kafir Quraisy juga memerintahkan para pendongeng untuk mendongengkan kisah-kisah kaum-kaum terdahulu dengan harapan dapat menyaingi kisah-kisah yang di kemukakan Al qur’an dengan bahasa indah nan menawan sehingga mampu menyedot perhatian para pendengarnya. Kisah-kisah Al qur’an yang penuh makna dan pelajaran itu benar-benar telah membuat haus para pendamba kebenaran sehingga mereka dengan penuh kekhusu’an dan perhatian mendengarkannya. Oleh karenanya, meerka (pembesar kafir Quraisy) mengundang an-Nadhr ibn Al Harits untuk membawakan kisah-kisah para raja Persia dan legenda-legenda mereka. Akan tetapi tidak berjalan kecuali beberapa hari, mereka merasa jemu dan akhirnya ia di tinggalkan.[8]

Dan sekali lagi usaha mereka memalingkan manusia dari pengaruh Al qur’an gagal dan langkah dungu itu berbalik membawa mudorrat atas mereka.

______________

[1] Mu’jam Mufradât Al qur’an:333.

[2] Mizân :20\42.

[3] Majma’ Al Bayân: Vol:5, Juz:10, hal:368.

[4] Majma’ Al Bayân :Vol:5, Juz:10, Hal:387.

[5] Majma’ Al Bayân: Vol:5, Juz:10, Hal:387.

[6] Sirah Ibnu Hisyam:220. Cetakan pertama: Daar Al Kutub Al Ilmiah, Beirut, tahun:1422H\ 2001M.

[7]  Sirah Ibn Hisyam:277-278.

[8] Sirah Ibn Hisyam:261.

Pos ini dipublikasikan di Enklopedia Nama-nama Al QUr'an, Kajian Qur'ani, Kuliah Ulumul Qur'an, Renungan Al Qur'an. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar