Keistimewaan Nabi saw. dalam al-Quran [5]: Nabi sebagai Nikmat Teragung dari Allah untuk Makhluk-Nya

Nabi Muhammad saw. adalah nikmat Allah SWT bagi makhluk-Nya, beliau adalah sosok agung yang Allah utus sebagai perwujudan nikmat dan karunia Allah atas hamba-Nya. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايٰتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata”. (Qs. Ali Imran: 164)

Dalam ayat ini orang-orang mukmin disebutkan secara khusus walaupun sebenarnya Rasulullah diutus untuk semua makhluk, hal ini disebabkan orang-orang mukmin mendapatkan nikmat yang lebih besar karena mereka mengambil petunjuk dan manfaat dari beliau.[1]

Pengutusan Rasul saw. merupakan kebaikan Allah kepada makhluk-Nya, dan pengutusan ini mengandung dua hal penting, salah satunya adalah manfaat asli dari pengutusan ini kemudian yang kedua adalah manfaat yang didapatkan dari perangai yang ada pada diri Nabi saw.

Manfaat yang didapat dari pengutusan beliau sebagai Nabi adalah sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, yakni (membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah) dan juga sebagaimana yang tertera dalam firman Allah yang lain berikut:

رُسُلاً مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu”. (Qs. An-Nisa’: 165)

Adapun manfaat yang diperoleh dari perangai yang ada pada pribadi Nabi saw. cukup beragam, di antaranya adalah sebagaimana tertera dalam ayat di atas (seorang Rasul dari golongan mereka sendiri) yakni bahwa beliau adalah seorang yang terlahir di negara mereka dan tumbuh di tengah-tengah mereka, mereka paham betul tentang kondisi, prilaku dan ucapan beliau. Mereka tidak menyaksikan hal lain dari diri beliau kecuali kejujuran, kebaikan, tidak peduli terhadap hal-hal duniawi, tidak pernah berbohong dan selalu berkata jujur. Selain itu mereka juga tahu persis bahwa Nabi saw. tidak pernah belajar kepada siapapun dan tidak pernah membaca sebuah kitab. Kemudian setelah beliau menampakkan diri sebagai seorang Nabi, tiba-tiba beliau menceritakan kisah-kisah orang terdahulu serta kondisi para Nabi sebelumnya.

Manfaat lain yang dapat diperoleh dari pribadi Nabi saw. secara khusus adalah munculnya ilmu pengetahuan melalui lisan suci beliau di mana pengetahuan tersebut tidak pernah disampaikan oleh seorang pun selain beliau. Sehingga jika Allah memuliakan Nabi dan mengistimewakannya dengan kebaikan yang melebihi semua orang di alam semesta ini maka munculnya pribadi agung semacam ini di tengah-tengah mereka (bangsa Arab) bahkan mennjadi kemuliaan tersendiri bagi mereka. Dengan demikian pengutusan insan kamil ini merupakan keistimewaan yang telah Allah anugrahkan kepada hamba-hamba-Nya.[2]

Sayyid Quthbi mengatakan nikmat yang sangat besar dari Allah terwujud dalam pengutusan seorang Rasul di tengah-tengah mereka dan dari kalangan mereka sendiri, perhatian dari Allah ini merupakan anugrah yang tidak akan muncul kecuali dari kedermawanan-Nya, anugrah yang tidak ada tandingannya. Anugrah ini menjadi berlipat ganda dengan realitas bahwa Rasul yang diutus ini adalah dari kalangan mereka sendiri sehingga hubungan antara Rasul dengan orang-orang mukmin adalah hubungan batin, kemudian dengan keimanan mereka kepada Rasul yang diutus ini derajat mereka naik ke  cakrawala kemuliaan dan inilah yang menjadi nikmat dan anugrah bagi orang-orang mukmin.

Kemudian nikmat yang begitu agung ini tampak dan memberikan pengaruh tersendiri pada diri dan kehidupan mereka serta sepak terjang mereka (yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah).

Andaikan ada seseorang yang mau meluangkan waktu untuk berpikir dan merenung tentang anugrah ini niscaya ia akan tunduk dihadapan Allah dan bersyukur kepada Allah SWT. Karena keagungan nikmat dan anugrah Ilahi ini yang begitu besar dan tidak akan pernah cukup untuk disyukuri.

(membersihkan (jiwa) mereka) Rasul yang diutus ini akan membersihkan hati, pikiran dan keyakinan mereka, membersihkan rumah, kehormatan dan solat mereka, membersihkan kehidupan dan masyarakat mereka dari kotoran syirik, penyembahan berhala, dongeng dan mitos dan membersihkan mereka dari noda kehidupan jahiliyah.[3]

(dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah) yang diajak bicara oleh ayat ini adalah orang-orang yang buta huruf dan bodoh, mereka tidak berpendidikan dan berpikiran sempit, mereka tidak memiliki pengetahuan apapun yang bernilai di kancah internasional, maka risalah ini merubah mereka menjadi master dunia, cendikiawan alam dan ilmuwan, baik di bidang ideologi, pemikiran, sosial dan organisasi yang menyelamatkan umat manusia seluruhnya dari kebodohan pada masa itu.

(Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata), mereka adalah orang-orang yang sesat dalam pemikiran dan keyakinannya, sesat dalam memahami konsep kehidupan dan dalam memahami tujuan dari kehidupan ini, mereka adalah orang-orang memiliki kebiasaan, adat dan prilaku yang sesat, mereka adalah orang-orang yang sesat dalam tatanan kehidupan dan hukum pemerintahannya juga dalam kehidupan bermasyarakat dan akhlaknya.[4]

[1] Majma’ Al-Bayan

[2] Al-Fakhr, Jilid 9 Hal. 77

[3] Jilid 5 Hal. 128

[4] Sayyid Quthbi, Jilid 3 Hal. 135

Pos ini dipublikasikan di Kajian Qur'ani, Tafsir Tematik. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar