Seri Doa-doa Pilihan Dalam Al Qur’an Al Karîm: [1] Doa Pengakuan Dosa Adam dan Hawwâ’

Seri Doa-doa Pilihan Dalam Al Qur’an Al Karîm: [1] Doa Pengakuan Dosa Adam dan Hawwâ’

Sebuah Renungan, Bukan Tafsir!

Doa adalah senjata kaum Mukmin, dengannya ia mencapai puncak kebagaian dan keselamatan dunia akhirat… dengannya pula ia mengukuhkan hakikat penghambaannya di hadapan Sang Maha Pecinta dan melaporkan kepapahannya dan kelemahannya di hadapan Sang Maha Kaya dan Maha Perkasa…

Al Qur’an telah menceritakan doa-doa pilihan yang dipanjatkan manusia-manusia pilihan agar menjadi contoh dan teladan bagi kita… karena Al Qur’an adalah Kitab Suci penuh daras dan ibrah, Buku Pedoman hidup yang menerangkan kepada hamba jalan penghambaan dan menjamin baginya kesudahan yang membahagiakan.

Al Qur’an mengajarkan apa yang harus dilakukan hamba dalam setiap kondisi yang ia lalui dalam hidupnya…. Dalam keadaan senang dan gembira… dalam keadaan sedih dan sengsara… di kala sukses menjalankan ibadah dan di kala terjatuh dalam kubangan maksiat dan terjerat rayuan hawa nafus dan iblis/setan; musuh terbesarnya.

Pada kisah Adam dan Hawwâ’ dalam Al Qur’an –sebagaimana kisah-kisah lain- terdapat banyak pelajaran berharga dalam setiap episodenya… kali ini kita akan mencoba menyimak pelajaran penting itu dalam doa Nabi Adam dan Siti Hawwâ’ setelah mereka berdua tertipu oleh rayuan palsu Iblis dan melanggar perintah Allah untuk tidak mendekat dan makan dari dari buah terlarang….

Ketika Adam dan Hawwâ’ menyadari bahwa mereka berdua telah terjebak dalam perangkap rayuan palsu Iblis, segera lah mereka berfikir untuk menyelamatkan diri dari apa yang telah terjadi… Maka langkah pertama dari keduanya adalah: Mengakui akan kezaliman yang telah mereka berbuat…. Adam dan Hawwâ’ mengangkat kedua taangan mereka sambil berdoa:

قالا رَبَّنا ظَلَمْنا أَنْفُسَنا وَ إِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنا وَ تَرْحَمْنا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخاسِرينَ

“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’râf [7];23)

Langkah pertama yang harus ditempuh dalam jalan taubat dan kembali kepada pangkuan kelemah-lembutan Allah SWT serta membenahi kerusakan jiwa adalah: Hendaknya seorang menanggalkan jubah keangguhan dan ketertipuan diri dan mengakui kesalahan dengan pengakuan yang positif dan membangun dalam jalan kesempurnaan jiwanya.

Mari kita renungkan dan perhatikan etika tinggi yang ditampakkan oleh Adam dan Hawwâ’ dalam taubat mereka berdua, di mana dalam doa yang mereka haturkan kepada Allah SWT tidak sedikitpun memuat permintaan ampunan. Mereka berdua tidak berkata: ‘Ya Allah ampuni dosa-dosa kami!’ yang kita dapat saksikan dari adab tinggi dalam berdoa yang diajarkan Al Qur’an melalui lisan suci ayah dan ibu umat manusia adalah:

  1. Mengakui kezaliman[1] atas diri mereka atas apa yang telah mereka perbuat..
  2. Menyampaikan bahwa kesudahan mereka adalah kerugian nyata akan menjadi nasib meerka apabila Allah SWT tidak berkenan mengampuni dan menyelimuti mereka dengan kasih sayang dan rahmat-Nya.

قالا رَبَّنا ظَلَمْنا أَنْفُسَنا وَ إِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنا وَ تَرْحَمْنا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخاسِرينَ

“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”

Allamah M.H. Thabathaba’i (seorang Mufassir Agung Syi’ah) menyimpulkan sikap Adam dan Hawwâ’ di atas sebagai: “Puncak kerendahan dan permohonan. Karena mereka tidak meminta seuapu apapun. Mereka hanya menyebutkan kebutuhan mereka kepada ampunan dan rahmat (Allah) serta menyampaikan adanya ancaman kerugian abadi dan mutlak atas mereka sehingga Allah lah yang akan berkehendak sesuai dengan ynag Ia kehendaki.”[2]

Sekali lagi, sikap Adam dan Hawwâ’ adalah daras penting dan pembelajaran berharga bagi kita semua.

Seorang ‘Ârif dan pendidik berkata: “Adam berbahagia dengan/dikarenakan lima perkara:

  1. Mengakui dosa.
  2. Menyesalinya.
  3. Mengecam dirinya atas dosa.
  4. Bercepat-cepat kembali kepada Allah dan bertaubat. Dan
  5. Tidak berputus asa dari meraih rahmat Allah SWT.

Sedangkan, di sini lain, Iblis terkutuk menjadi sengrasa juga karena lima perkara:

  1. Ia tidak mengakui dosa (ketika menolak sujud untuk Adam).
  2. Tidak menyesali perbuatannya.
  3. Tidak mengecam dirinya atas maksiat itu.
  4. Bahkan ia menisbatkan pelanggarannya kepada Tuhan dan tisa mau bertaubat.
  5. Ia berputus asa dari rahmat Allah.[3]

Sebuah Catatan:

قالا رَبَّنا ظَلَمْنا أَنْفُسَنا وَ إِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنا وَ تَرْحَمْنا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخاسِرينَ

“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”

Para ulama Ahli tafsir menerangkan di antaranya sebagai berikut:

Tidak diragukan lagi bahwa melanggar agenda perintah dan larangan Allah adalah sebuah kezaliman yang dilakukan seseorang terhadap dirinya, karena seluruh program dan perintah serta larangan Tuhan bertujuan mengahantarkan manusia menuju kebagaian dan kemajuannya. Maka atas dasar ini, pelanggaran apapun terhadapnya akan menghambat perjalannya dalam menempuh jalan kesempurnaan dan menjadi penyebab kemunduran dan kejatuhannya dalam lembah kesengsaraan.

Betapapun Adam dan Hawwâ’ tidak melakukan dosa dan kamsiat (dalam pengertian yang biasa kita fahami dari kedua kata tersebut), tetapi ketika mereka meninggalkan apa yang seharusnya mereka lakukan telah berakibat diturunkannya mereka dari kedudukan yang tinggi…

Taubat Adam dan Hawwâ’ sungguhn tulus dan diterima Allah seperti disebutkan dalam ayat 37 surah al Baqarah:

فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

Tetapi mereka tidak bisa menghindarkan diri mereka dari akibat perbuatan mereka yang bersifat alami. Allah SWT memerintahkan mereka segera meninggalkan surga dan turun ke bumi untuk menjalankan kehidupan di atasnya.

Allah berfirman:

قالَ اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَ لَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَ مَتاعٌ إِلى‏ حينٍ

“Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan.” (QS. Al A’râf [7];24)

Itulah kira-kira yang dimaksud dengan: kezaliman yang mereka perbuat atas diri mereka. Allahu A’lam.

Semoga kita mampu mengambil daras dari ayat-ayat suci Al Qur’an al Karîm yang penuh berkah ini dan kita menjadi orang yang selalu bertaubat dengan taubatan nashûha; taubat yang diterima dan mendatangkan ampunan dan rahmat-Nya.

________________________

[1] Karena ruang ini bukan ruang tafsir atau Dialog Akidah, maka kami tidak akan berpanjang-panjang menjelaskan bahwa dosa/kezaliman dimaksud adalah bukan dosa karena maksiat menantang Allah… akan tetapi apa yang dilakukan Adam as. adalah perbuatan meninggalkan sesuatu yang lebih utama, tarkul aulâ. Dan bagi yang berminat mengetahui lebih dalam tentangnya dipersilahkan merujuk buku-buku Akidah ulama Syi’ah atau buku-buku tafsir.

[2] Al Mîzân Fi Tafsîr al Qur’ân,8/36.

[3] Ad’iyatul Qur’ân; Sayyid Allamah Hâdi Mudarrisi:11.

Pos ini dipublikasikan di Doa-doa Pilihan Dalam Al Qur'an, Kajian Qur'ani, Kisah-kisah Al Qur'an, Tafsir Tematik. Tandai permalink.

Satu Balasan ke Seri Doa-doa Pilihan Dalam Al Qur’an Al Karîm: [1] Doa Pengakuan Dosa Adam dan Hawwâ’

  1. Ping balik: Seri Doa-doa Pilihan Dalam Al Qur’an Al Karîm: [1] Doa Pengakuan Dosa Adam dan Hawwâ’ – Ali Zainal Abidin

Tinggalkan komentar